Perilaku
Ekonomi dan Politik Etnis Cina di Indonesia
Bagi
sebagian besar orang, hidup dimaknai dengan meraih harta, tahta dan wanita.
Harta adalah kekayaan yang dikumpulkan sebanyak – banyaknya dengan kerja keras,
kerja cerdas, hingga menempuh segala cara. Tahta atau kekuasaan mudah diperoleh
dengan melimpahnya harta, kepemilikan ratusan perusahaan, puluhan ribu pegawai
/ buruh / karyawan yang tunduk takut patuh setia kepada sang konglomerat, bos,
tuan atau majikan. Wanita tidak dibahas karena kurang relevan dengan judul
tulisan.
Sejarah
panjang etnis cina sejak awal kedatangannya di Indonesia sampai pada tahun
1998, telah menciptakan sebuah komunitas cina raksasa dalam arti populasi dan
penguasaan sumber – sumber ekonomi / kekayaan di Indonesia.
Populasi
cina indonesia atau Tionghoa pada tahun 2012 sudah mencapai 12 juta jiwa atau
sekitar 5% dari total jumlah penduduk Indonesia. Bandingkan hasil sensus pada
masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa baru sekitar 1.2 juta atau 2% dari
penduduk Indonesia pada tahun 1930. Tidak ada data resmi mengenai jumlah
populasi Tionghoa pada tahun 1960an, tetapi antropolog Amerika, G.W. Skinner,
dalam risetnya memperkirakan populasi Tionghoa di Indonesia lebih 2.5 juta
(2,5%) pada tahun 1961.
Dalam
sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus
ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi
Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Namun, Badan Pusat Statistik memperkirakan
jumlah etnis Tionghoa di Indonesia saat ini (2014) di antara kisaran 5% dari
seluruh jumlah populasi Indonesia atau lebih 12 juta jiwa.
Perlakuan
istimewa dalam bidang ekenomi dan dunia usaha yang dinikmati etnis Tionghoa
sejak masa kolonial Belanda hingga masa orde baru berakhir (1998), menyebabkan
etnis Tionghoa menguasai sektor ekonomi Indonesia secara dominan dan hampir
mencapai taraf absolut.
Mengutip
pernyataan Bustanil Arifin, dalam Pasific Business Forum (Naisbitt,
1997:19-20), bahwa perusahaan kecil dan menengah memperkerjakan separuh tenaga
kerja di banyak negara-negara Asia dan etnis Cina memiliki 90% dari
perusahaan-perusahaan tersebut. Khususnya di Indonesia, populasi etnis Cina
hanya 5% dari seluruh total populasi penduduk Indonesia tetapi ternyata
mengendalikan lebih 75% ekonomi di Indonesia. Penguasaan dan pengendalian
ekonomi etnis Tionghoa di Indonesia pada masa sekarang (2014), diperkirakan
melebihi 80% ekonomi Indonesia. Penyebabnya adalah penerapan sistem ekonomi
pasar liberal dan persaingan bebas yang nyaris mengarah ke persaingan bebas
sempurna (free fight competition), oleh Pemerintah Indonesia sejak era
reformasi sampai hari ini.
Hegemoni
Cina di Sektor Ekonomi RI
Bukti
nyata penguasaan dan pengendalian etnis cina (Tionghoa) atas ekonomi Indonesia
terlihat dari mayoritas mutlak etnis cina pada daftar orang terkaya Indonesia
sejak tahun 1998 hingga 2013 dimana lebih 90% dari 10, 100 atau 1000 orang
terkaya Indonesia adalah konglomerat etnis cina (Forbes, 2013).
Ironis
atau tragisnya, 10% pribumi yang tercatat dalam daftar orang Indonesia terkaya,
sebagian besar di antara mereka, pengusaha pribumi itu, adalah kuasa usaha /
proxy / pengusaha boneka dari konglomerat cina Indonesia. Dapat disimpulkan,
pribumi yang sebenarnya masuk dalam daftar orang terkaya Indonesia itu tidak
lebih dari 5% saja. Innalilahi …fakta yang menyesakan dada dan kepala kita
semua.
Perilaku
ekonomi etnis Cina sepanjang periode tahun 1930-an sampai Maret 2014 masih
dibumbui oleh berbagai stereotipe yang “miring” tentang peran ekonomi etnis
Cina dalam masyarakat Indonesia. Antara lain, yaitu: (a) kebobrokan ekonomi
Indonesia adalah akibat banyaknya dana yang dibawa pengusaha etnis Cina ke luar
negara; (b) kolusi dan nepotisme menjadi kebiasaan pengusaha etnis Cina yang
mempengaruhi kepada kinerja para birokrat. Stereotipe-stereotipe miring di atas
yang terasa sebagai generalisasi beberapa hal negatif perilaku ekonomi etnis
Cina tampaknya perlu dikaji dengan pikiran yang obyektif dan bijaksana,
terutama dalam rangka meningkatkan penguasaan, peran dan kontribusi kaum
pribumi di sektor ekonomi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan jauh,
ketimpangan luar biasa besar dan mengurangi hegemoni etnis cina dalam bidang
ekonomi.
Keistimewaan
perilaku ekonom etnis Cina yang pertama adalah terletak pada kuatnya sistem
jaringan kerja. Walaupun demikian sikap kompetitif antara mereka tetap
terpelihara secara sehat. Hal ini semakin memperkuat kinerja bisnis di kalangan
mereka. Bahkan saat terjadi krisis ataupun munculnya tantangan besar, mereka
akan saling bekerjasama. Karakter wirausaha yang kuat telah terbentuk selama
ratusan tahun sejak masa kolonial Belanda. Sebaliknya, ratusan tahun masa
penjajahan Belanda ditambah pada masa kemerdekaan dan orde baru, telah memaksa
terbentuknya karakter dan mental amtemaar (birokrat), pegawai, buruh, kuli dan
sejeninsya di hampir semua kaum pribumi Indonesia. Jangan bicara mengenai
jaringan bisnis yang kuat, modal dan seterusnya, pengalaman berwirausaha saja
masih dalam tahap embrio atau mulai belajar, terhitung sejak era reformasi 1998
lalu.
Hegemoni
Cina di Sektor Politik Telah Tiba
Pengusaan
dan pengendalian 80% ekonomi Indonesia berarti penumpukan modal, harta benda
dan kekayaan sekitar 80% pada 5% populasi etnis cina atau 12 juta jiwa. Merujuk
kalimat pembuka pada tulisan di atas, setelah meraih hegemoni ekonomi atau
memperoleh kekayaan luar biasa, secara otomatis atau dengan sendirinya, etnis
cina Indonesia menginginkan tahta atau kekuasaan sejati sebagai pengendali dan
penguasa kedaulatan negara atau kekuasaan politik secara nyata. Hal tersebut
secara hukum dimungkinkan dengan penghapusan seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang sebelumnya menjadi penghalang etnis cina untuk berkuasa
mutlak secara politik di Republik Indonesia.
Etnis
cina Indonesia sadar sepenuhnya bahwa mereka bisa dengan mudah menjadi penguasa
dan pengendali negara Republik Indonesia. Mudah menjadi pemegang kedaulatan
negara kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan kekayaan mereka yang luar
biasa. Semua sektor usaha / industri, termasuk industri media massa didominasi
dan dikendalikan sepenuhnya oleh etnis cina, yang memungkinkan mereka membangun
opini, membentuk persepsi, mengarahkan pilihan dan keputusan rakyat pemilih
untuk memenangkan tokoh atau figur yang telah dipersiapkan komunitas cina Indonesia
sebagai proxy atau boneka dalam menjalankan peran selaku presiden, wakil
presiden dan pejabat – pejabat tinggi strategis lainnya. Fenomena Jokowi, Ahok,
Dahlan Iskan dan Hary Tanoe yang kita saksikan pada hari ini adalah gambaran
nyata keberhasilan dari upaya dan rencana etnis cina untuk berkuasa,
mengendalikan kekuasaan dan memegang penuh kedaulatan negara Republik
Indonesia. Hanya merupakan masalah waktu saja yang menjadi konsen utama bagi
etnis cina untuk mengendalikan dan berdaulat penuh secara politik yang dipegang
langsung oleh tokoh atau figur etnis cina tanpa melakui proxy atau boneka
seperti Jokowi dan Dahlan Iskan.
Dalam
lima, maksimal sepuluh tahun lagi, etnis cina Indonesia akan menjadi presiden
dan atau wakil presiden Republik Indonesia, baik melalui pemilihan umum mau pun
melalui perebutan kekuasaan secara paksa, yang sangat mungkin mereka lalukan
dengan kekayaan dan jaringan luar biasa yang dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar