Konspirasi sekitar 87% media massa
nasional yang membentuk opini palsu, pencitraan, mendongkrak popularitas Joko
Widodo ke puncak ketenarannya, sudah diketahui masyarakat luas.
Opini, popularitas, bahkan
electabilitas Jokowi itu adalah semu dan hanya rekayasa atau cipataan tim
sukses Jokowi, yang dipimpin ahli Polster dan strategi politik Stanley Bernhad
Greenberg untuk menyesatkan rakyat dan menyebabkan rakyat percaya, terpedaya
kebohongan itu.
Diakui, upaya pencitraan dan pembentukan
persepsi positip terhadap Jokowi berhasil karena dilakukan secara sistematis,
masih, kontinue, melibatkan jaringan media dan tokoh, menghabiskan biaya
triliunan rupiah, disutradarai konsultan ahli strategi politik dan pollster
(pengumpul suara) nomor satu di dunia.
Dampak atau hasilnya memang luar
biasa, rakyat Indonesia terkecoh opini sesat. Tidak mendapat gambaran seutuhnya
tentang fakta – fakta sebenarnya tentang Jokowi. Ribuan bahkan mungkin puluhan
ribu tulisan, artikel, berita, tayangan dan sejenisnya ditampilkan secara apik
oleh tim sukses Jokowi di bawah komando Stanley Bernhard Greeberg, sang ahli
strategi politik dan pollster nomor satu dunia.
Mengupas fakta – fakta tentang diri
Jokowi ini sangat menarik. Banyak misteri yang mengundang tanya tanya. Banyak
informasi yang ditutup rapat, dirahasiakan, agar tidak menjadi pengetahuan
rakyat luas.
Pada kesempatan pertama ini, fakta
tentang diri Jokowi kita mulai dari fakta – fakta korupsi Jokowi selama menjadi
Walikota Solo 2005-2011 yang diperoleh dari instansi penegak hukum (Kejari Solo
dan Kejati Jawa Tengah), Pemkot Solo, dan sumber lain yang terlibat atau
mengetahui pasti korupsi Jokowi ini.
- Korupsi Pelepasan aset Hotel Maliyawan
Korupsi Jokowi selaku walikota Solo yang paling telak, kasar
dan vulgar adalah pada pelepasan aset pemkot Solo berupa bangunan hotel
Maliyawan. Pada pelepasan aset pemkot Solo atas bangunan hotel Maliyawan ada
dua tindak pidana Jokowi, yakni : pelanggaran terhadap peraturan perundang –
undangan dan dugaan suap dari Lukminto kepada Jokowi.
Secara ringkas dapat disampaikan, Jokowi terbukti merekayasa
pelepasan aset bangunan hotel Maliyawan Solo secara ilegal dan langgar hukum.
Semula Pemkot Solo yang ngotot mau beli tanah hotel milik pemda Jawa Tengah dan
sudah menganggarkan dana pembelian tanah melalui APBD Solo. Tapi, Jokowi diam –
diam telah menjual bangunan hotel Maliyawan kepada Lukminto. Diduga ada suap
untuk Jokowi dari Lukminto atas penjualasan aset pemkot Solo (bangunan hotel
Maliyawan) yang langgar hukum itu.
Terhadap penjualan aset bangunan hotel Maliyawan itu, Jokowi
terbukti melanggar Peraturan Pemerintah (PP) 38/2008 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah dan Negara.
Jokowi juga telah melanggar batas kewenangannnya sesuai dgn
UU Pemda No. 22 tahun 1999, UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, sbgmn
sdh diubah dgn diubah untuk keduakalinya dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan
sejumlah peraturan pemerintah terkait pelepasan aset.
Jokowi terbukti telah melanggar PP No 6/2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Perda No 8/2008 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah
KKN Jokowi bersama Lukminto telah melanggar Laporan
Pertanggung Jawaban Walikota Tahun 2010 yang telah menganggarkan pembelian
tanah Hotel Maliyawan sebesar Rp 4 Miliar dari pemda / BUMD Jawa Tengan (CMJT).
Jokowi juga telah melanggar Nota Kesepakatan Pemkot Solo
dengan DPRD Kota Solo No 910/3.314 dan No 910/1/617 tentang Kebijakan Umum
Perubahan APBD Solo.
2. Jokowi melanggar hukum dan diduga korupsi dana hibah KONI Solo Rp. 5 miliar.
Pada thn 2008 KONI Surakarta (Solo) mengajukan permohonan
bantuan anggaran pembinaan dan bonus atlet berprestasi ke pemkot Solo. Atas
permintaan KONI, pemkot Solo menyampaikan usulan RAPBD 2009 dengan alokasi dana
hibah sebesar Rp. 11.3 M untuk KONI Solo.
Nota RAPBD 2009 Pemkot Solo dengan rencana anggaran hibah
untuk KONI Solo disetujui DPRD Solo dan ditandatangani Jokowi selaku Walikota.
Sebelumnya pada tahun 2008 PERSIS Solo juga mengajukan
permohonan dana bantuan ke Pemkot Solo. Tapi tidak disetujui karena dilarang
peraturan dan perundang – undangan.
Terbukti bahwa APBD Solo TIDAK mengalokasikan dana hibah ke
PERSIS Solo pada APBD tahun 2009.
Namun dalam pelaksanaanya, DPRD Solo menemukan penyimpangan
pencairan dana Rp. 11.3 Milyar itu oleh Jokowi, di mana dana APBD 2009 untuk
hibah KONI Solo hanya diterima sebesar Rp. 6.3 miliar, atau kurang Rp. 5 miliar
dari anggaran APBD 2009 yang sudah disahkan.
KONI Solo melalui Wakil Ketua KONI Gatot Sugiharto
mempertanyakan kemana kekurangan uang Rp. 5 miliar yang tidak diterima KONI.
Jawaban walikota Jokowi bahwa sisa uang Rp. 5 miliar dana hibah hak KONI itu
sudah dialihkan untuk PERSIS (Persatuan Sepak bola Solo).
Pengalihan uang Rp. 5 Miliar dana Hibah KONI melanggar UU
dan hukum karena tanpa ada persetujuan DPRD dan Mendagri. Sesuai peraturan
perundang – undangan yang berlaku dana APBD tidak diperbolehkan dihibahkan ke
cabang olah raga termasuk sepakbola.
Tindakan Jokowi itu melanggar UU No. 32 thn 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Permendagri No. 59 thn 2007 serta Perda APBD Kota Solo.
Belakangan diketahui uang Rp. 5 miliar hak KONI SOLO telah
dialihkan dan disebut Jokowi sudah diterima PERSIS Solo juga tidak dapat
dipastikan kebenarannya. Tidak ada laporan penerimaan dana hibah dari APBD 2009
atau hibah dari KONI Solo untuk PERSIS Solo sebesar Rp. 5 miliar dalam laporan
keuangan PERSIS Solo tahun 2009.
3. Korupsi Jokowi dana Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS)
Pada tahun 2010, APBD Solo menganggarkan dana BPMKS sebesar
Rp. 23 miliar untuk 110.000 siswa SD, SMP dan SMA Kota Solo.
Penyimpangan dan korupsi Jokowi adalah pada proses
penganggarannya yang terjadi penggelembungan jumlah siswa dari 65.000 menjadi
110.000 siswa dengan modus duplikasi nama siswa.
sehingga anggaran APBD 2010 yang seharusnya hanya Rp. 10.6
miliar dimark up menjadi Rp. 23 miliar. Dari dana APBD tahun 2010 sebesar Rp.
23 miliar itu, dilaporkan tersisa Rp. 2.4 miliar atau terpakai /tersalurkan Rp.
20.6 miliar.
Hasil verifikasi tim audit BPK dan Itjen Kemendagri, telah
terjadi korupsi pada program BPMKS sebesar Rp. 9.5 – 13 miliar dari penggunaan
dana APBD tahun 2010 sebesar Rp. 23 miliar.
Untuk program BPMKS pada APBD 2011 dan 2012 juga terjadi penyimpangan
dan korupsi yang sama dengan modus yang sama.
Pihak masyarakat sudah melaporkan perihal korupsi Jokowi di
program BPMKS ke KPK, tetapi seperti kita ketahui bersama, puluhan ribu laporan
masyarakat di KPK menumpuk menunggu antrian bertahun – tahun untuk mulai
diusut.
4. Korupsi Jokowi pada proyek pengadaan Videotron Manahan Solo
Korupsi mantan Walikota Solo Joko Widodo yang menjadi
catatan hitam adalah korupsi Jokowi pada proyek VIDEOTRON Manahan Solo pada
2008.
Keterlibatan Walikota Solo Jokowi pada pengadaan pembangunan
sarana Reklame Videotron di pertigaan Gelanggang Olah Raga (GOR) Manahan Solo,
dimulai dari perintah atau disposisi Walikota Jokowi kepada Budi Suharto Kepala
Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Solo pada Desember 2008.
Perintah atau disposisi Walikota Solo Jokowi kepada Budi
Suharta Kadispenda itu pada intinya adalah untuk memberikan pekerjaan
pemasangan reklame videotron itu kepada PT. Loka Niaga Adipermata.
Penetapan lokasi dan kelayakan (Feasibility Study)
pemasangan reklame videotron itu sebelumnya sudah dilakukan oleh CV. Tika
Martindo dengan sumber anggaran APBD sebesar Rp. 90 juta. Penetapan CV. Tika
Matindo sebagai pelaksana studi kelayakan dilakukan tanpa lelang. Penunjukan
langsung oleh Kadispenda atas perintah Walikota Solo Jokowi.
Setelah studi kelayakan penetapan lokasi pemasangan sarana
reklame videotron selesai dilakukan, yakni direkomendasikan di pertigaan GOR
Manahah, PT. Loka Niaga Adipermata mengirim surat kepada Walikota Solo, pada
tanggal 15 Desember 2008.
Surat PT. Loka Niaga Adipermata kepada Walikota, diteruskan
Jokowi kepada Kadipenda Solo Budi Suharta dengan disposisi “Diajukan segera
sebagai peserta lelang terdaftar”.
Disposisi Walikota Jokowi itu kemudian dituangkan dalam
surat jawaban Kadispenda kepada PT. Loka Niaga Adiperdana pada tanggal 19
Desember 2008.
Pada tanggal 22 Desember 2008 atau 3 hari setelah surat
Kadispenda Solo kepada PT. Loka Niaga Adiperdana diterbitkan, Dispenda Solo
mengirim surat undangan kepada perusahaan – perusahaan biro iklan rekanan
terdaftar Pemkot Solo untuk menghadiri penjelasan lelang pengadaan Baliho,
Bando, Billboard, dan lainnya, yang akan dilaksanakan pada 23 Desember 2008
atau hanya satu hari terhitung sejak surat undangan penjelasan lelang
disampaikan.
Pada tanggal 23 Desember 2008 dilakukan penjelasan lelang di
Kantor Dispenda Solo yang dihadiri beberapa perusahaan biro iklan rekanan
pemkot Solo. Namun, semua biro iklan yang hadir dalam penjelasan lelang di
kantor Dispenda Solo itu tidak ada yang mengetahui bahwa pemkot Solo juga
sedang melelang pengadaan sarana reklame videotron, kecuali PT. Loka Niaga
Adiperdana.
Pada 24 Desember 08, sekitar pukul 14.00 WIB digelar rapat
di ruang lantai 2 kantor Dispenda, dipimpin langsung Kadispenda Solo Budi
Suharto. Hadir pada rapat itu antara lain Budi Ismoyo (PT Jarum), Wardani (
DKP), Aroni (DTT), Singgih ( Kantor Aset) & Yosca H (DLLAJ Solo).
Rapat tanggal 24 Desember 2008 di lantai 2 Dispenda Solo itu
ditetapkan para pemenang lelang sesuai dengan arahan Walikota Jokowi kepada Kadispenda.
Khusus untuk paket pengadaan sarana reklame videotron senilai Rp. 4 miliar
diserahkan kepada PT. Loka Niaga Adiperdana yang merupakan satu – satunya
perusahaan biro iklan yang mengetahui informasi lelang dan juga merupakan satu
– satunya biro iklan yang mendapat undangan untuk mengikuti lelang paket
pengadaan videotron pemkot Solo.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo sudah mengusut korupsi
videotron ini, namun perkembangan penyelidikan dan penyidikannya macet total.
Padahal, Kejari Solo sudah menemukan bukti korupsi di antaranya temuan bahwa
CV. Tika Martindo pelaksana studi kelayakan adalah perusahaan fiktif yang tidak
diketahui alamat dan keberadaaanya.
Di samping itu, Kejari Solo juga sudah menetapkan Budi
Suharta sebagai tersangka, namun tiba – tiba status tersangka korupsi Budi
Suharta dicabut kembali tanpa dasar dan alasan yang jelas.
Padahal penetapan tersangka terhadap Budi Suharta dan
pejabat – pejabat Dispenda Solo serta direktur PT. Loka Niaga Adiperdana akan
menguak keterlibatan Jokowi dalam korupsi serta akan menyeret mantan walikota
Solo yang kini adalah capres PDIP sebagai tersangka korupsi videotron Manahan
Solo.
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) Jokowi pada proyek
pengadaaan videotron Manahan Solo ini sebenarnya sangat mudah dibuktikan, namun
sayangnya ada intervensi ‘tangan sakti’ kepada Kejari Solo dan penyidik. KPK
diharapkan segera masuk mengambilalih kasus korupsi Jokowi yang sudah terkatung
– katung penuntasannya selama 4 tahun.
Pihak Kejari Solo dan Kejati Jawa Tengah memang mengeluhkan
adanya intervensi dan tekanan dari pihak tertentu yang meminta kasus – kasus
korupsi Jokowi selama menjabat walikota Solo dipetieskan. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar