Breaking News

Senin, 19 Mei 2014

Maju Jadi Capres Tanpa Pamit, DPRD DKI Tuding Jokowi Tak Beretika



Bakal Capres-Cawapres PDI-Perjuangan Joko Widodo (kiri) dan Jusuf Kalla (kanan) mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Cawapres di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2014). Pasangan Jokowi - Jusuf Kalla itu diusung empat partai yaitu PDI-Perjuangan, NasDem, PKB, dan Hanura. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan capres dan cawapres Joko Widodo dan Jusuf Kalla resmi diusung oleh PDI Perjuangan, Partai Nasdem, PKB dan Partai Hanura.

Sejak Joko Widodo dijadikan capres oleh PDI Perjuangan sampai resmi diusung oleh empat parpol dan didaftarkan ke KPU, sejumlah anggota DPRD DKI mengeluhkan norma dan etika yang dibangun Joko Widodo karena ia tidak juga memberi pernyataan untuk pamit atau minta diri kepada anggota dewan.

"Jokowi tidak ada basa-basinya dengan DPRD DKI saat mau nyapres. Pamitan dengan dewan pun tidak. Jadi, sama sekali tidak pernah menganggap DPRD DKI itu ada," kata Ketua Komisi C DPRD DKI Maman Firmansyah, kepada wartawan, Senin (19/5/2014).

Menurut Maman, apa yang disebut Pemerintah Provinsi DKI itu adalah DPRD DKI dan Gubernur DKI.

"Jadi keduanya merupakan mitra strategis. Karenanya harus ada komunikasi yang baik. Jangan sampai menafikkan salah satu diantaranya," kata Maman.

Maman menilai Jokowi tidak menghargai institusi DPRD DKI yang ada di Undang-undang.

"Jangan berpikir sekarang ini dia jadi Presiden. Keberadaan dan norma pemerintahan yang termaktub dalam Undang-undang UU Nomor 32 tahun 2004 saja, tidak dia gubris," katanya.

Dalam UU tersebut, katanya, dinyatakan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur berkewajiban menjaga norma dan etika pemerintahan.

"Dalam Permendagri juga jelas bahwa Gubernur berkewajiban menjaga stabilitas pemerintahan," katanya.

Menurut Maman, karena Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan ibukota negara dimana sebagai indikator persoalan politik, ekonomi, sosial dan budaya, maka etika dan norma politik perlu dikedepankan.

"Apalagi Jokowi menyerahkan tugas dan wewenangnya ke wagub DKI Ahok hanya terbatas. Padahal, ada persoalan penting yang harus ditangani," katanya.

Ia mencontohkan pada Juni dan Juli nanti ada paripurna APBD perubahan. Sementara, kewenangan wagub hanya terbatas.

"APBD perubahan DKI dan penetapannya kan, harus dilakukan oleh Gubernur," katanya.

Karenanya, kata Maman, hal ini sama saja Jokowi mengorbankan warga Jakarta.

"Kami sebagai anggota dewan tidak mau kalau warga Jakarta dikorbankan lagi," ujar Maman.

Selain itu, katanya, Sekretaris Daerah Pemprov DKI belum terpilih dan masih pelaksana tuga.

"Padahal, peran sekda itu sangat penting sebagai pimpinan tertinggi PNS dan SKPD," katanya.

Ia mengkhawatirkan sejumlah kinerja dan kebijakan strategis PNS dan SKPD dalam melayani warga Jakarta menjadi terabaikan.

"Karena instruksi dari Gubernurnya tidak jelas," katanya. (Budi Sam Law Malau)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By