INI SEBENARNYA BERITA LAMA
tapi kalo pasukan JASMEV merasa JOKOWI di FITNAH katanya didukung CUKONG SINGAPURA nih FAKTANYA
==================================================
RMOL. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dipastikan menghabiskan uang untuk kampanye dan pemenangan yang luar biasa besar. Biayanya diprediksi bisa mencapai ratusan milyar bahkan triliunan rupiah. Sudah bukan rahasia lagi, menilai uang kampanye ini berasal dari konglomerat-konglomerat.
tapi kalo pasukan JASMEV merasa JOKOWI di FITNAH katanya didukung CUKONG SINGAPURA nih FAKTANYA
==================================================
RMOL. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dipastikan menghabiskan uang untuk kampanye dan pemenangan yang luar biasa besar. Biayanya diprediksi bisa mencapai ratusan milyar bahkan triliunan rupiah. Sudah bukan rahasia lagi, menilai uang kampanye ini berasal dari konglomerat-konglomerat.
Isu yang berhembus, biaya kampanye
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) berasal dari Hartati Murdaya Poo dan
Tommy Winata Cs. Sementara itu, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama
(Jokowi-Ahok) didukung oleh konglomerat Hasjim Djojohadikusumo, Edward
Soeryadjaya dan Djan Faridz Cs. Kompensasinya, mereka mendapatkan proyek-proyek
raksasa bernilai puluhan triliun di seluruh Jakarta.
Salah satu pengusaha yang kerap
disebut, Edward Soeryadjaya membenarkan kabar bahwa dirinya mendukung kampanye
Jokowi-Ahok.
"Kita menganggap bantuan itu
ibarat kontribusi, tapi tidak semua wah. Kita hanya menugaskan satu dua orang
untuk membantu promosi dan kampanyekan Pak Jokowi sejak putaran pertama, dalam
bentuk tenaga saja dan tidak besar," kata Edward saat disambangi Rakyat
Merdeka Online di kantornya, Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat, Senin (30/7)
Soal nominal, Edward tidak mau
membocorkan. Intinya tidak sebesar yang dibayangkan publik.
"Saya tidak bisa menyebutkan.
Intinya tidak besar. Tidak seperti tim-tim lain. Lagian, kita kan tidak terlalu
yakin (Jokowi-Ahok menang Pilkada DKI Jakarta). Jadi, bagaimana mungkin ada
kepentingan bisnis di balik dukungan ini," sambungnya.
Lagipula, sambung Edward, untuk
menaikan popularitas dan elektabilitas Jokowi tidak perlu banyak uang. Ini
karena sosok Jokowi yang bagus, sederhana dan simbol perubahan.
"Jadi jangan dibikin isu
macam-macam," tegasnya. [arp]
Ingin kaget dan terhenyak mendengar
nama Edward Soeryadjaya, sang terduga koruptor dalam kasus Depo Minyak
Pertamina di Balaraja, dadakan memenangkan tender penggarapan proyek Monorail
Jakarta.
Kenyataannya, saya tidak kaget. Bahkan
terhenyak pun tidak, kenapa?
Semua sudah tahu, Edward Soeryadjaya
adalah salah satu donatur besar kampanye Jokowi – Ahok pada Pilkada DKI
September 2012 lalu. Berita ini cukup ramai disorot pada masa Pilkada. Bahkan
Edward Soeryadjaya pun mengakui adanya sumbangan dana miliaran kepada Jokowi –
Ahok seperti tertuang dalam laporan Ari Purwanto dari Rakyat Merdeka dalam
peliputannya pada 30 Juli 2012.
Berapa sih dana yang dikucurkan Edward
Soeryadjaya untuk pasangan Jokowi – Ahok? Konon mencapai angka Rp 60 miliar,
atau 25% lebih rendah dari donasi yang dikucurkan pengusaha properti yang kini
menjadi Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz sebesar Rp 80 miliar untuk
pasangan Jokowi – Ahok.
Hah? Masak sih untuk biaya kampanye
Pilkada bisa mencapai angka ratusan miliar?
Jangan heran, untuk Pilkada atau
pemilihan kepala daerah di tingkat provinsi, rata-rata dana yang dihabiskan
untuk merayu massa memilih masing-masing pasangan yang maju berkisar di angka Rp
100 – 200 miliar. Untuk DKI Jakarta sebagai ibukota negara, maklum saja kalau
melebihi angka Rp 200 miliar. Kalau untuk level Pilkada Bupati/Walikota
angkanya berkisar antara Rp 10 – 30 miliar.
Wow !
Pertanyaannya kemudian, kenapa para
pengusaha berbondong-bondong mengucurkan dana kepada pasangan-pasangan yang
dijagokan? Apa yang mereka dapat nantinya?
Tak sulit menebak jawabannya. Pastilah
berkenaan dengan keamanan bisnis dan peluang memperoleh proyek-proyek strategis
yang sejalan dengan bisnis si donatur.
Terkait donasi Djan Faridz sebesar Rp
80 miliar dan Edward Soeryadjaya sebesar Rp 60 miliar kepada Jokowi – Ahok,
terindikasi jelas sebagaimana pernah ditulis Tempo dan Kompas bahwa Djan Faridz
mengincar perpanjangan kontrak Pasar Tanah Abang dan kelanjutan proyek-proyek
properti miliknya di DKI, sedangkan Edward Soeryadjaya mengincar proyek
pengembangan Jakarta Fair, Kemayoran dan Monorail Jakarta. Seluruh
proyek-proyek yang diincar 2 donatur besar Jokowi – Ahok ini bernilai triliunan
rupiah, sehingga wajar mereka berani kucurkan ratusan miliar untuk kemenangan
Jokowi – Ahok di DKI.
Semula, banyak yang meragukan, apa
betul Jokowi – Ahok akan melakukan itu kepada donatur-donaturnya. Tapi toh
kenyataannya demikian. Pada 20 Desember 2012, atau 3 bulan usai kemenangannya
di DKI Jakarta, Jokowi menyatakan kepada media bahwa Edward Soeryadjaya paling
berpeluang memenangkan tender proyek Monorail Jakarta.
Dan kemarin, 12 Februari 2013, ramai
pemberitaan bahwa Edward Soeryadjaya memenangkan tender proyek Monorail
Jakarta.
Hmm.. Jelas !
Satu kabar kabur telah menjadi fakta.
Masih ada beberapa kabar kabur lagi seperti perpanjangan kontrak Pasar Tanah
Abang dan kelanjutan proyek-proyek properti di DKI untuk Djan Faridz, serta
penggarapan proyek pengembangan kawasan Jakarta Fair untuk Edward Soeryadjaya.
Jika ini juga terjadi, maka benarlah
asumsi yang berspekulasi sebelumnya, yaitu Jokowi – Ahok pun tunduk pada
kepentingan pengusaha. Istilah kasarnya, ada paket terima kasih dari Jokowi –
Ahok berupa proyek bernilai triliunan rupiah kepada para donaturnya yang telah
berbaik hati memberikan dana dukungan kampanye ratusan miliar rupiah. Tentunya
untuk melanggengkan kekuasaan bisnis mereka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar