Menjelang pileg adalah titik puncak
tertinggi popularitas Jokowi, saat itu dia benar-benar laksana dewa turun dari
langit ke sembilan untuk menolong manusia yang nestapa di dunia fana ini. Kata-kata
bombastis penuh pujian meluncur dari segala penjuru mata angin kepada Jokowi,
bahkan saat itu marak terdengar prediksi keajaiban tangan Jokowi akan membuat
PDIP meraih 35% suara pada pileg dan selanjutnya pada pilpres Jokowi bisa
dipasangkan dengan siapa saja termasuk sendal jepit dan pasti menang.
Inilah Jokowi Effect yang layak
disandingkan dengan tangan Raja Midas, apapun yang disentuh Jokowi akan
mengeluarkan wangi bunga mawar melahirkan bidadari yang menari-nari dengan
riang gembira. Pokoknya dengan Jokowi PDIP akan bisa maju tanpa berkoalisi.
Mantap kan?
Namun semua berubah setelah negara
api menyerang dan menghancurkan semua prediksi sebab bukan saja suara PDIP pada
pileg jauh di bawah 35% tapi PDIP tidak meraih threshold sehingga harus menjilat
ludah sendiri dan mencari partai pendukung yang segera ditemukan yaitu NasDem
yang konon koalisi tanpa syarat tapi sebenarnya menyodorkan JK sebagai
cawapres.
Sudah jatuh tertimpa tangga, Jokowi
malah diusir oleh Puan Maharani dalam rapat evaluasi pileg karena Jokowi berani
menyalahkan Puan sebagai Ketua Pemenangan Pemilu PDIP atas jebloknya suara PDIP
di pileg. Arogansi Jokowi yang merasa PDIP lebih membutuhkan dirinya ketimbang
dirinya membutuhkan PDIP menyebabkan dia dan pendukungnya, PDIP ProJo menolak
meminta maaf dan malah meminta kendali atas badan pemenangan pemilu dari tangan
Puan Maharani.
Pada titik ini sesungguhnya
Megawati, seluruh keluarga Soekarno dan pendukung setia mereka sudah marah
besar pada Jokowi dan bila saja pilpres tinggal beberapa bulan lagi maka dapat
dipastikan Jokowi akan dipecat dari PDIP. Namun karena tidak mungkin memecat
sekarang maka ketidaksukaan tersebut dilakukan secara simbolis
antara lain:
- tidak ada satupun petinggi PDIP
yang menghadiri peresmian rumah pemenangan Jokowi di rumah Moeryati Soedibyo;
- tidak digubrisnya Jokowi oleh
Megawati selama acara pengukuhan Hendropriyono dan bahkan Jokowi duduk di meja
lain;
- peringatan Puan Maharani kepada
Jokowi supaya jangan kualat kepada keluarga Soekarno;
- ditolaknya permohonan Jokowi untuk
bertemu Guntur dan Rachmawati; dan
- pernyataan Guruh yang meraguhkan
kemampuan Jokowi memimpin Indonesia dan
meragukan penghayatannya akan ajaran
Soekarno.
Menyadari Jokowi adalah sosok yang
berbahaya bagi PDIP, maka Mega segera menarik kewenangan Badan Pemenangan
Pemilu ke dalam kendalinya sehingga Jokowi dan ProJo tidak bisa berbuat
apa-apa; dan setelah itu Megawati memberikan kewenangan pemenangan pemilu
kepada Puan sebagai perwakilan dirinya. Dalam sekali langkah Megawati memberikan
imunitas kepada Puan dari serangan yang mungkin dilakukan Jokowi dan ProJo di
masa depan karena kali ini menyerang Puan sama saja menyerang Megawati, yang
merupakan tindakan bunuh diri.
Berubahnya sikap Megawati terhadap
Jokowi juga ditunjukan dengan pemilihan anggota Badan Pemenangan Pemilu yang
baru yaitu dari PDIP simpatisan Mega dan NasDem serta menolak permohonan
anggota PDIP ProJo untuk menjadi anggota, dengan demikian kendali atas kampanye
PDIP termasuk “sumbangan kampanye” sudah ada di dalam pengendalian tangan Mega
sepenuhnya.
Yang paling signifikan menyebabkan
Megawati murka kepada Jokowi adalah ditemukannya dokumen notulen rapat antara
PDIP ProJo dengan Dubes Amerika dan Israel di Singapura pada bulan Februari
2014 yang berisi rencana dan langkah yang akan diambil Jokowi untuk dicapreskan
dan kemudian sebagai langkah terakhir mendongkel Mega dan keluarga Soekarno
keluar dari PDIP. Saya dapat memberi konfirmasi dari orang PDIP sendiri bahwa
rencana mendongkel Mega adalah benar karena ProJo melihat kekuatan trah
Soekarno sudah habis dan memerlukan regenerasi.
Saat ini Mega memang sedang
melakukan kalkulasi politik terkait Jokowi, seperti untung-rugi tetap
menaruhnya sebagai capres PDIP dan bagaimana cara mengendalikan; atau bila
tidak mungkin dikendalikan maka bagaimana cara membatalkan pencapresan Jokowi
tanpa merusak peluang capres-cawapres baru dari PDIP untuk memenangkan pilpres.
Kemungkinan kita baru tahu langkah yang akan diambil Megawati pada detik-detik
terakhir sebab ingat pencapresan Jokowi baru sebatas dukungan dan belum resmi
sehingga seperti Hanura membatalkan Wiranto-HT dan PKB membatalkan Rhoma Irama
maka tetap ada kemungkinan pencapresan Jokowi dibatalkan bila kalkulasi Mega
menyimpulkan kerugiannya bisa diminimalisir.
Tentu saja yang lebih memusingkan
Jokowi lainnya adalah penolakan Mega atas usulannya mencalonkan Abraham Samad
yang merupakan titipan Amerika sebagai cawapres. Alasannya karena Mega lebih
condong Puan untuk menjadi cawapres Jokowi atau setidaknya Ryamizard Ryacudu.
Namun dengan masuknya mitra koalisi maka penetapan cawapres sudah bukan
sepenuhnya berada di tangan Megawati lagi.
Sekarang PDIP, Megawati dan Jokowi
sedang sakit kepala dan migrain akut akibat kesalahan mereka menggunakan posisi
cawapres sebagai alat “dagang sapi” demi menarik mitra koalisi karena sekarang
NasDem menuntut supaya calon mereka yaitu JK menjadi cawapres; PKB mencalonkan
Mahfud MD dan setidaknya minta dilibatkan dalam penentuan cawapres; sedangkan
Golkar bisa saja mendukung JK namun akan mendapat resistensi dari ARB yang
bersedia berkoalisi dengan PDIP bila cawapres jatuh ke tangannya. Sedangkan
ProJo terus memaksa Abraham Samad, walaupun dapat dipastikan Mega tidak
menggubris keinginan ProJo.
Bagaimana menyelesaikan dilema ini?
tentu saja dengan mengorbankan pencapresan Jokowi sehingga pasangan
capres-cawapres nantinya bisa lebih luas, bisa RR-ARB; RR-JK; ARB-Puan;
JK-Puan; dan lain sebagainya. Bila opsi mengorbankan Jokowi yang dilakukan,
yang mana bisa dilakukan Mega yang pendendam bila dampak kerugian bisa diredam
maka hal tersebut dapat dipastikan akan menarik nama Jokowi sebagai politisi ke
titik nadir dan titik terendah yang akan sangat sulit untuk bangkit kembali
karena kali ini orang sudah tidak mudah untuk ditipu gaya lugu dan ndeso Jokowi.
Sekembalinya ke Jakarta sebagai
gubernur, Jokowi juga akan menemukan bahwa Jakarta sudah tidak sehangat dulu
karena terbukti dia mau meninggalkan Jakarta demi nyapres termasuk telah
berdosa menghancurkan pembangunan dan ekonomi di Jakarta demi nyapres.
Kita lihat kemana angin akan
bergerak.
Sumur : politik.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar