JAKARTA
(voa-islam.com) - Dalam Pemilu, bagaimana
pun juga pemenangnya layak diberikan selamat dan rakyat patut menghormati
keputusan KPU.
Pasangan Jokowi - JK terus unggul di
berbagai Provinsi dan banyak pihak menilai Jokowi akan menjadi Presiden
Republik Indonesia ke tujuh. Demikianlah pertarungan, ada menang ada pula yang
kalah. Selamat kepada sang Juara.
Selesai sampai disini...
Tunggu dulu, kondisi tersebut tak akan
dibiarkan begitu saja
oleh Godfather dan Kingmaker.
Kartu Truf 1: MK Effect
Sebagai
seorang ahli intelijen dan berkoalisi pada Prabowo Subianto, Presiden Incumbent
Susilo Bambang Yudhoyono nampaknya akan mainkan perannya (setidaknya) membantu
Prabowo Subianto.
Alunan genderang perang mengirama pada
aroma pertarungan di ranah hukum yang berkekuatan tetap dan permanen.
Sejatinya, kekalahan di KPU hanya untuk
meredam kerusuhan KPU yang mengumumkan real count pada tanggal 22 Juli 2014.
Setelah itu bagi pasangan capres cawapres bisa lakukan sengketa ke MK dari
tanggal 23 Juli 2014 sd 21 Agustus 2014, kunci berpindah ditangan MK dan ini
lah saatnya dimana sang incumbent
atur strateginya.
Sang incumbent SANGAT BISA bahkan SANGAT
MAMPU intervensi untuk memenangkan salah satu capres, tapi tidak dilakukannya
karena sang incumbent
tidak mau dikatakan atau di labeli pemimpin yang bermain kotor yang ikut
campur (baca: intervensi) hasil pilpres 2014.
Kata kuncinya adalah ucapan Kapolri yang
berkata kami punya bukti dan foto hasil pemungutan suara yang akan bisa
digunakan pada saat sengketa pilpres terjadi di MK, maka polri siap membantu.
Alur politik hukumnya begini :
-
KPU umumkan real count tanggal 22 Juli 2014
-
Bagi yang tidak menyetujui laporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK)
-
MK akan keluarkan keputusan hukumnya, apakah diperlukan PSU di TPS TPS yang
disengketakan
-
Kalau terjadi PSU maka KPU akan kembali melakukan PSU alias pemungutan suara ulang
di daerah yang di sengketakan
-
KPU akan umumkan hasil akhir setelah proses PSU dilakukan yang dilaporkan
kepada MK dan akhirnya keputusan akhir ada ditangan MK untuk menentukan siapa
kah presiden RI ke tujuh
Disinilah sang incumbent
akan berperan, data lapangan hasil TNI dan Polri akan digunakan sebagai bukti
pelengkap.
Kalau saja sang incumbent sudah buat
satu capres menang di KPU dan tetap menang di MK maka akan terasa dan mudah
diketahui. Ada dua hal yang (bisa jadi) diperthitungkan:
-
Keberpihakan sang incumbent akan sangat terasa
-
Praktek kecurangan KPU tidak akan terbongkar karena ditutupi keberpihakan.
Sehingga dilakukannya laporan kepada MK maka akan membongkar segala kecurangan
yang ada dan saat itulah akan adanya adu data dan validasi.
Sampai hingga detik ini, KPU tetap
mengumumkan dan sang incumbent akan tetap diam karena pertaruhan nama baik
netralitas dan segalanya terkait keberpihakan.
Jika nomor satu menang, maka publik kubu
nomor dua akan mengatakan itu karena beberapa faktor:
-
Faktor besannya ada di nomor satu
-
Pilpres 2014 mengandung unsur keberpihakan incumbent Untuk itu intervensi pada
sang incumbent cukup kuat dan justru dapat memecah belah bangsa karena
menganggap pilpres ini hanya dagelan semata.
Dan mengapa butuh MK ???
Karena
di MK adalah sarana untuk membuka segala kecurangan yang ada baik dari nomor
satu atau nomor dua.
Adu
data dan validasi data ditambah data TNI dan POLRI maka hasilnya adalah PSU
versi sengketa Kubu nomor dua dianggap terlalu pandai buat opini, kalau sang
incumbent terlalu vulgar membantu nomor satu menang.
Kalaupun nomor satu menang di KPU pasti
nomor dua akan lapor ke MK karena menolak hasil tapi posisi bertempurnya akan
berbeda kalo nomor satu menang pasti nomor dua katakan kami dicurangi.
Keputusan akhir akan tetap di MK. Pada
proses selanjutnya publik akan bermain pada pola berpikir kenapa si A menang
dan kenapa si B yang kalah akhirnya tataran publik akan terkontominasi kata
siapa yang curang dan siapa yang dicurangi.
Dengan demikian 'bola panas' ada
ditangan yang kalah karena dia akan bongkar segala kecurangan alias dicurangi,
mereka akan bermain pada tataran pertanyaan publik. "ada apa ini?".
Putusan akhir siapa presiden itu adalah
di tangan MK, tinggal periksa sengketa, lalu PSU di TPS-TPS yang dilaporkan.
Nah di PSU ini simpati publik untuk bongkar si curang akan membuat suara
pilihan berubah.
Publik beralih pilih satu karena simpati
dicurangi dan MK putuskan nomor satu pemenangnya.
Sekarang pilih mana? Jika Prabowo
dikatakan menang tanggal 22 Juli 2014, lalu nomor dua sengketakan di MK INGAT
Nomor dua akan berposisi di dzolimi karena dicurangi oleh incumbent dan bla bla
lainnya lalu PSU dilakukan dan publik pun teropini. Tentu akan berbeda hasil
akhirnya karena publik beralih pilih dua karena simpati dicurangi dan at
the end MK putuskan nomor dua pemenangnya.
Tinggal pada tanggal 23 Juli 2014
setelah pengumuman KPU, posisi mana yang akhirnya menjadi keputusan? Posisi
memimpin atau posisi tertinggal.
Posisi
mencurangi atau dicurangi?
Tidak mungkin ada laporan kalau tidak
ada kecurangan. (Faktanya) mereka akan bercelolteh, "ah itukan opini nomor
dua dulunya Yang kalah melapor karena merasa dicurangi lalu MK pun periksa
akhirnya putusannya PSU dilakukan tataran pilih publik adalah simpati."
Sebenarnya
ini taktik dulunya milik nomor dua karena tahu putusan akhir ada di MK isu
pemilu curang karena kuatir sang incumbent turun. Tapi sang incumbent tidak
turun, lalu nomor dua lakukan antisipasi lewat berbagai macam cara seperti
penggelembungan suara.
NAH... melangkah dengan berbagai macam
cara itulah yang akhirnya menjadi bukti dan catatan untuk dilaporkan ke MK Jadi
sebenarnya siapa yang sudah masuk jebakan offside ya..
Nomor dua kuatir pada intervensi sang
incumbent tapi malah melakukan blunder padahal permainan belum selesai. Blunder
yang tidak hanya meninggalkan bukti dan catatan tapi juga meninggalkan
hitungan. Lebih enak mana posisi disalahkan kok blunder terbukti curang apa
posisi yang nothing to lose.
Saat ini bawaslu minta PSU di hampir
5000 an TPS di Jakarta lalu bagaimana kalo sudah masuk laporan MK, selengkapnya
m.tribunnews.com/pemilu-2014/20
Ada yang sudah masuk jebakan, dibiarkan
untuk berbuat curang agar ada bukti buat sang pelapor. Pertandingan belum
selesai ini baru babak kedua, yang jelas posisi sudah berbeda.
Saatnya giliran nomor satu menyerang
dengan amunisi full (posisi dicurangi) - Kalo ngga dicurangi pasti menang
-
nieh bukti buktinya (bla bla sesuai fakta)
-
Jejak kecurangan nomer dua.. m.okezone.com/read/2014/07/1…
-
Publik pun akhirnya TAHU Padahal itu dulu taktik nomer dua
Makanya kalo mau menang ya harus jujur
biar gak ada noda yang bakal ketahuan (jadi senjata makan tuan deh).
Ada yang sedang minta ke KPU supaya
menjadi posisi kalah agar bisa menjadi terlapor ke MK dan mendapat simpati
publik yakni dicurangi gara gara mengetahui hitungannya menjadi pelapor atau
dilapori di MK.
Sadar kalo dilapori berarti kontra
produktif, sementara terlapor adalah pihak yg didzolimi (kan tdk mungkin menang
tapi lapor dicurangi). Maka isu akan dimainkan dan di 'bikin rame', bahwa
Prabowo menang di KPU makanya langsung antisipasi lewat kecurangan masif karena
itu kubu nomor 2 mati matian di socmed dan media mainstream untuk buat opini
mereka kalah kalo dicurangi.
Opini habis-habisan yang akhirnya
senjata makan tuan, teriak awalnya dicurangi gak tahu nya malah berbuat curang.
INGAT... ini bukan fitnah atau cuma
kata-kata, akan tapi #fakta dilapangan yang bermain sang incumbent punya data
lapangan TNI.
Buktinya? Timses Prabowo: Kecurangan Pilpres
di 125 Ribu TPS
Tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menemukan dugaan kecurangan Pilpres 2014 di 125 ribu tempat pemungutan suara (TPS).
"Menurut data awal yang Prabowo-Hatta miliki, kecurangan terjadi di 125 ribu TPS," kata Juru Bicara Koalisi Merah Putih, Tantowi Yahya, di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa (22/7/2014).
Selain kecurangan di TPS, kata Tantowi, beberapa modus kecurangan juga ditemukan pada pelaksanaan Pilpres 9 Juli yang lalu.
"Jumlah surat suara tidak sama seperti yang mencoblos. Kemudian ada 28 TPS di satu daerah suara Prabowo-Hatta 0, padahal ada empat ratus tujuh puluh sembilan ribu TPS tersebar di 77 Dapil dengan saksi 685 ribu orang artinya tidak ada satu TPS pun yang tidak kita jaga, dengan begitu artinya seapes-apesnya kita ada dua suara, ini kenapa 0?" jelasnya.
Untuk itu, Ia mengatakan bahwa gugatan yang dilakukan Prabowo-Hatta sebagai langkah untuk mengkritisi kinerja KPU yang bertindak tidak adil.
"Tapi kami mengkritisi kerja KPU agar adil, independent sesuai amanant UU. Kita siap menang atau kalah kalau KPU independent dan netral," tandasnya.
Baca selengkapnya : disini
Tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menemukan dugaan kecurangan Pilpres 2014 di 125 ribu tempat pemungutan suara (TPS).
"Menurut data awal yang Prabowo-Hatta miliki, kecurangan terjadi di 125 ribu TPS," kata Juru Bicara Koalisi Merah Putih, Tantowi Yahya, di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa (22/7/2014).
Selain kecurangan di TPS, kata Tantowi, beberapa modus kecurangan juga ditemukan pada pelaksanaan Pilpres 9 Juli yang lalu.
"Jumlah surat suara tidak sama seperti yang mencoblos. Kemudian ada 28 TPS di satu daerah suara Prabowo-Hatta 0, padahal ada empat ratus tujuh puluh sembilan ribu TPS tersebar di 77 Dapil dengan saksi 685 ribu orang artinya tidak ada satu TPS pun yang tidak kita jaga, dengan begitu artinya seapes-apesnya kita ada dua suara, ini kenapa 0?" jelasnya.
Untuk itu, Ia mengatakan bahwa gugatan yang dilakukan Prabowo-Hatta sebagai langkah untuk mengkritisi kinerja KPU yang bertindak tidak adil.
"Tapi kami mengkritisi kerja KPU agar adil, independent sesuai amanant UU. Kita siap menang atau kalah kalau KPU independent dan netral," tandasnya.
Baca selengkapnya : disini
Timses Prabowo: Kecurangan Pilpres di 125 Ribu TPS
Tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menemukan dugaan kecurangan Pilpres 2014 di 125 ribu tempat pemungutan suara (TPS)."Menurut data awal yang Prabowo-Hatta miliki, kecurangan terjadi di 125 ribu TPS," kata Juru Bicara Koalisi Merah Putih, Tantowi Yahya, di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa (22/7/2014).
Selain kecurangan di TPS, kata Tantowi, beberapa modus kecurangan juga ditemukan pada pelaksanaan Pilpres 9 Juli yang lalu.
"Jumlah surat suara tidak sama seperti yang mencoblos. Kemudian ada 28 TPS di satu daerah suara Prabowo-Hatta 0, padahal ada empat ratus tujuh puluh sembilan ribu TPS tersebar di 77 Dapil dengan saksi 685 ribu orang artinya tidak ada satu TPS pun yang tidak kita jaga, dengan begitu artinya seapes-apesnya kita ada dua suara, ini kenapa 0?" jelasnya.
Untuk itu, Ia mengatakan bahwa gugatan yang dilakukan Prabowo-Hatta sebagai langkah untuk mengkritisi kinerja KPU yang bertindak tidak adil.
"Tapi kami mengkritisi kerja KPU agar adil, independent sesuai amanant UU. Kita siap menang atau kalah kalau KPU independent dan netral," tandasnya.
Sangat mudah menaklukan musuh yang sudah
ketahuan salahnya, salah dalam mengambil keputusan adalah blunder kehidupan.
Sekarang posisi pun berubah.
Kartu Truf 2: Bill Clinton
Effect
Lebih
Mengerikan..!! Skenario bisa berbalik rupanya, namun cukup beresiko. Tak lain
ada info yang masuk kepada narasumber kami terkait pertemuan atau pemanggilan
Prabowo ke Istana 20 juli 2014 silam itu ada hubungannya dengan kedatangan Bill
Clinton (Mantan Presiden Amerika) mengamankan kemenangan Jokowi dan opsi yang
ditawarkan adalah SBY akan menjadi Sekjen PBB dengan harapan membantu Jok-JK
jadi RI 1 & 2.Syaratnya, redam Prabowo dan pendukungnya dengan acara buka puasa Minggu (20/7) kemarin yang dibarengi dengan deklarasi damai dan disaksikan panglima Tni, Kapolri di Istana Negara. Pertemuan ini dimaksudkan agar semua pihak sepakat dan damai menerima hasil pilpres.
SBY terima tawaran Saat Zionis sudah di NAD..
Supremasi AS jajah dan tekanan asing militer ke Prabowo & amankan aneka kontrak karya free port etc (Ini jawaban kenapa Prabowo tidak nyaman keluar Istana setelah buka puasa bersama SBY 20 Juli kemarin dan Prabowo meminta Pemilu ulang atau PSU 58.000an TPS atas Rekomendasi Bawaslu tapi di tolak KPU).
Mengerikan jika pemilu ini gagal maka yang paling bertanggung jawab adalah Presiden, KPU dan aparat keamanan yang memihak.
Mohon semua pihak tdk membuat negara ini hancur seperti Mesir atau Suriah yang hanya karena menjual bangsa ini demi jabatan atau apapun.
Skenario ini benar rupanya, buktinya Selasa (22/7) siang Prabowo menolak pilpres 2014.
Indikasi ini terlihat ketika Prabowo pidato tanpa Hatta Rajasa dan PAN tidak menemaninya.
Mungkinkah SBY mengamankan diri seperti Sri mulyani yang pindah ke World Bank? Analisa ke arah sana memang amsih jauhm namun lihatlah anak-anak dan menantunya menetap di Amerika.
Mungkinkah kartu Truf SBY akan dimainkan? Wallahu'alam...
Ah sudahlah, kembali meneruskan itikaf Ramadhan sambil mengkhatamkan Al Quran saja yuk sahabat Voa-Islam.... [rioc/ad/voa-islam.com]
Sumber : voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar