Breaking News

Minggu, 13 Juli 2014

Keseringan Klaim Bohong, Jokowi-JK Kalah di Mesir dan Arab Saudi... Mau Klaim Kemenangan Cuma Modal Quick Count?



Klaim kemenangan oleh kubu Joko Widodo dan Jusuf Kalla dinilai terlalu dini. Belajar dari pengalaman sebelumnya tim Jokowi-JK menggunakan data tidak valid untuk mengklaim kemenangan di Arab Saudi dan Mesir.

Hal itu diungkapkan oleh pengamat politik Igor Dirgantara ketika dihubungi, Jumat (11/7).

"Prabowo justru menang di Mesir dan Jeddah. Sebaiknya kubu Jokowi hati-hati menggunakan data. Kasihan publik disodori informasi tidak valid," katanya.

Seperti diberitakan, kubu Jokowi-JK sebelumnya mengklaim kemenangan atas Mesir dan Arab Saudi. Di Mesir Jokowi
diberitakan menang tipis dengan perolehan Jokowi-JK 57 persen suara, sedang Prabowo-Hatta 42,9 persen.

Padahal di Mesir, data Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Mesir, pasangan nomor urut 1 itu menang dengan
mengantongi 70,2 persen suara. Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya mengantongi  27,6 persen.

Selain itu,  Tim Sukses Jokowi-JK, Yuddy Chrisnandi pernah mengatakan mengatakan hasil exit poll Arab Saudi
pasangan nomor urut 2, Jokowi-JK meraih sekitar 75 persen dan pasangan nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapatkan 20 persen suara.

Lagi-lagi hasil tersebut berbeda jauh dengan hasil Panitia Pemilihan Luar Negeri Saudi Arabia.  Suara kubu Prabowo-Hatta unggul 9.427 dan Jokowi-Jusuf Kalla 9.339 selisih 88 suara. Kota Dammam akan menjadi penentu final penghitungan suara di Saudi Arabia dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya sekitar 500 orang.

Sementara,
 
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, mengumumkan hasil penghitungan suara
Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 untuk wilayah kerja KJRI Jeddah. Prabowo-Hatta, 51,22 persen, sedangkan Jokowi-Jusuf 48,78 persen.

Melihat hal tersebut, menurut Igor, jauh lebih baik jika semua pihak menunggu hasil akhir yang akan diumumkan
Komisi Pemilihan Umum pada 22 Juli mendatang.

"Jangan justru mengintimidasi KPU dengan klaim bahwa quick count mereka yang benar. Otoritas tertinggi tetap
ada di KPU," tegasnya.

Dia juga meminta agar semua pihak belajar dari sikap SBY pada 2009 silam. Meski selisih hitung cepat mencapai 20
persen, tetapi SBY tetap menunggu hasil final dari KPU. Dia mengapresiasi Prabowo yang sejak 9 Juli sudah meminta pendukungnya tetap menunggu keputusan KPU.

Pengajar di Universitas Jayabaya ini juga mengungkapkan dua hal yang membuat suasana pasca-pilpres
memanas. Pertama, deklarasi kemenangan oleh Megawati dan Jokowi yang dinilainya terburu-buru di saat selisih suara begitu tipis. Kedua, lembaga-lembaga survei berkeras menyatakan hasil hitung cepat mereka pasti benar.

"Itu menggiring publik pada ketidakpastian tetapi sekaligus membuat publik terpolarisasi. Saya khawatir
berdampak konflik di akar rumput. Tahan diri dan tunggu KPU," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By