Setelah kesuksesan
politik pencitraan ala SBY sepuluh tahun lalu, kini muncul politik pencitraan
gaya baru. Kali ini melibatkan dukungan masif semua media baik cetak,
elektronik, online, maupun sosial.
Adalah jokowi yang digadang-gadang untuk jadi presiden dan diblow-up habis-habisan
oleh media-media mainstream. Dukungan secara masif itu bisa dibilang tidak
wajar karena jokowi yang adalah seorang muslim justru tidak “laku” di media
Islam seperti voa-islam, arrahmah, suara-islam, dll. Bukankah kalau seorang
muslim sangat luar biasa dalam memimpin, maka media-media muslim justru akan
ikut memberitakannya dengan bombastis? Tapi bukannya diberitakan secara
bombastis, jokowi justru diberitakan secara negatif di media-media muslim
tersebut.
Keanehan ini ditambah dengan adanya informasi bahwa kebanyakan media mainstream
terindikasi dibayar untuk pencitraan jokowi. Menurut informasi, media-media
tersebut adalah:
1) First Media Grup (beritasatu1.TV beritasatu .com, suara pembaruan, Jakarta
Globe, Suara Pembaruan, The Straits Times, Majalah Investor, Globe Asia, The
Peak, Campus Asia, Student Globe, Kemang Buzz, Campus Life, Termasuk Beritasatu
FM. First Media Grup adalah milik James Riady (Lippo Grup), konglomerat yang
bersahabat baik dgn Bill Clinton dan terlibat Lippo Gate yg terjadi di AS,
ketika James Riady cs tertangkap memberikan dana politik illegal jutaan dollar
kepada timses capres Demokrat Bill Clinton untuk pemenangan Clinton pada
pemilihan Presiden AS. Uang sumbangan James Riady cs itu kemudian terbukti
berasal dari China Global Resources Ltd, sebuah perusahaan kedok milik China
Military Intelligence (CMI).
2) Media lain yang dikontrak mahal untuk pencitraan palsu Jokowi adalah Detik
Grup. Ngakunya milik Chairul Tanjung alias CT, tapi sebenarnya milik Salim
Grup. Detik.com Setiap hari, detikcom memuat berita tentang pencitraan palsu
Jokowi puluhan bahkan kadang lebih 100 berita. Chairul Tanjung hanya dipinjam
nama dan bertindak untuk dan atas kepentingan Antony Salim (Salim Grup).
3) Kompas /Gramedia Grup memang tidak segila detikcom siarkan Jokowi, tapi
tetap punya KANAL BERITA KHUSUS untuk mempromosikan Jokowi dan Ahok. Diprediksi
menjelang masa pilpres 2014, Kompas dan Gramedia Grup akan habis – habisan
mendukung Jokowi – Ahok karena sejalan dengan misi medianya, pelemahan Islam di
Indonesia.
4) Jawa Pos Grup. Tidak melibatkan semua media milik Dahlan Iskan yang
jumlahnya 185 TV, Koran, Online media, dll itu. Sekitar 40% JawaPos Grup
dikontrak. Namun, dipastikan jika Dahlan Iskan mau sebagai capres, Jawa Pos
Grup tidak akan terlalu mendukung Jokowi kecuali mendapat permintaan khusus
dari Chairul Tandjung, tokoh yang merekomendasikan Dahlan Iskan ke Presiden SBY
untuk ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun 2011 lalu.
5) Yang paling gencar jilat Jokowi adalah Koran Rakyat Merdeka. Ada saja berita
(palsu) istimewa tentang Jokowi. Kontraknya puluhan Milyar.
6) Tempo (majalah dan Online) adalah media pelopor yg orbitkan Jokowi dengan
penghargaan “10 Tokoh Terbaik (penghargaan abal-abal), hanya karena bisa
pindahkan Pedagang Kaki Lima (PKL), itu pun dilakukan setelah hampir setahun
bolak balik mengunjungi dan mengundang PKL makan bersama. Fakta terakhir, PKL
Solo kembali ke lokasi awal sebelum pindah karena di tempat baru dagangan
mereka tidak laku.
7) Tribunnews Grup (Bosowa dan Kompas) juga dikontrak untuk pencitraan palsu
Jokowi. Demikian juga Fajar Grup (Alwi Hamu / Dahlan Iskan). Alwi Hamu juga
merupakan patner bisnis Dahlan Iskan di media dan PLTU Embalut, Kaltim yang
sarat korupsi itu.
8) Metro TV, tidak tahu sekarang dibayar berapa untuk kontrak pencitraan palsu
Jokowi sampai 2014. Tapi saat Pilkada DKI puluhan Milyar. Sejak dapat bisnis
iklan dari Konglomerat – konglomerat pendukung Jokowi, Metro TV jadi corong
nomor satu Jokowi, disamping jadi corong kampanye dan pencitraan Dahlan Iskan
yang memberikan kontrak iklan luar biasa besar dari BUMN – BUMN kepada Metro
TV.
9) SCTV grup. Pemiliknya Edi dan Popo Sariatmadja malah menjadi cukong utama.
Koordinator media pencitraan Jokowi, membantu James Riady. Dukungan promosi dan
kampanye yang diberikan untuk Jokowi gratis alias tanpa bayaran, meski diduga
sebenarnya sudah mendapatkan imbalan dari dana pemenangan Jokowi yang telah
terkumpul puluhan triliun dari sumbangan para konglomerat hitam Indonesia.
10) Media raksasa lain seperti Vivanews grup (TV One, ANTV, Vivanewscom dll)
milik Bakrie meski kontrak dgn Cukong Jokowi tapi porsinya kurang dari 30%, dan
masih melihat perkembangan situasi dan kondisi politik nasional mengingat
Aburizal Bakrie masih berstatus Ketum Golkar dan kandidat capres.
11) Selain media cetak, televisi mainstream, sosial media seperti twitter,
facebook, kaskus dll juga dikontrak khusus. Lihat saja di sini. Bahkan di
twitter juga mulai ada akun relawan yang berusaha menjelaskan dengan kata-kata
manis mengenai tingkah-polahnya yang anomali pada tiap akun yang berkomentar
negatif. Rumornya ia memiliki buzzer sebanyak 1500-2000an yang mengelola lebih
dari 10.000 akun sosial media . Buzzer adalah semacam pasukan bayaran online,
yang siap menjaga reputasinya di internet dengan cara menyusup di berbagai
forum dan kolom komentar untuk mendongkrak citranya. Para buzzer bayaran ini
akan berkomentar positif tentangnya dan menyerang habis-habisan mereka yang
tidak melihatnya sebagai “dewa”. Dulu waktu pilkada DKI, selain orang-orang
yang permanen kelola akun untuk pencitraan Jokowi, dibentuk juga Tim Jasmev.
Puluhan Milyar biayanya. Lihat gambar yang sempat diambil saat pemilukada DKI
lalu ini:
Banyak akun palsu pembela Jokowi di sosial media. Untuk mendeteksi akun pembela
Jokowi palsu tidak sulit. Salah satunya, banyak hal yang disampaikan sangat
tidak masuk akal.
Begitu disampaikan Praktisi Teknologi Informasi, Chafiz Anwar, ketika dihubungi
wartawan, Jumat (1/11/2013).
Chafiz mengatakan ciri-ciri akun palsu yang digunakan, segi jumlah komentar
melalui media sosial yang serentak menyerang ataupun membela Jokowi. Padahal,
hal itu tidak mungkin dilakukan pemilik akun asli secara bersamaan.
“Tidak mungkin komentar ribuan sekaligus dilakukan oleh pemilik akun asli,”
katanya.
Ciri lainnya yang juga mudah dianalisa, menurut Chafiz, adalah dengan
membandingkan jumlah pembaca dan jumlah komentarnya. Untuk masalah Jokowi
misalnya jika ada yang mengkritiknya di sebuah media online dan kemudian
langsung ada serangan dari ribuan orang seperti itu pernah dialami terakhir
oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Assegaf dan itu bisa ditegaskan
kepalsuannya.
“Coba saja bayangkan berita yang mengkritik di sebuah media online itu. Baru
beberapa saat tayang langsung yang komentar ribuan, itu sangat tidak mungkin.
Kalau bukan sebuah tim yang mengerjakannya yang bisa saja terdiri dari puluhan
orang,” tambahnya.
Yang paling mungkin kata dia lagi, yang baca satu orang tapi orang ini memegang
ratusan akun. Hal ini bisa dilihat jelas dari komentar-komentar pendukung
Jokowi.
Ciri lainnya yang juga bisa diliat adalah ketidakjelasan identitas para pemain
akun ini. Biasanya mereka kata Chafiz, menggunakan nama-nama palsu dan
foto-foto palsu atau menggunakan gambar kartun.
“Yah satu orang kan gak mungkin punya 10 akun dengan nama sama dan foto yang
sama.Sementara dari mereka satu orang minimal bisa memiliki 100 akun,” kata
Chafiz.
Mereka jelasnya lagi menggunakan mesin pendeteksi dengan keyword-keyword
tertentu.
“Misalnya kalimat Jokowi belum pantas jadi presiden.Mesin mereka ini berjalan
seperti halnya mesin pencari google,begitu mesin mendeteksi ada kalimat atau
kata tertentu yang dimasukkan,mereka akan bergerak cepat dan membalas
kalimat-kalimat tersebut,” tegasnya.
Terakhir dirinya mengingatkan masyarakat untuk tidak terpancing dengan
settingan provokasi maupun ajakan yang mereka mainkan,karena itulah tujuan
mereka. Masyarakat jangan sampai terperdaya oleh provokasi mesin yang mereka
mainkan.
“Pilih saja dengan cerdas dengan menelusuri rekam jejak para kandidat calon
presiden.Jangan percaya dengan permainan seperti ini,”tandasnya.
Pendapat Amien Rais
Pendapat senada disampaikan oleh Bapak Reformasi Indonesia Prof. DR. Amien Rais
MA. Tokoh bangsa yang pertama kali mewacanakan suksesi kepemimpinan nasional di
tengah kuatnya rezim Soeharto. “Jadi ketika saya bilang suksesi, saya
diketawain. Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang terbuka,” ujar Amien
Rais dalam wawancara khusus dengan inilah..com di kediaman pribadinya di
bilangan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (1/10/2013).
Kini, Jokowi menjadi obyek kritik “Lokomotif Reformasi” ini. Secara lugas Amien
mengingatkan publik agar tidak memilih pemimpin hanya berpijak pada popularitas
semata. Terkait melambungnya nama Jokowi, Amien memiliki pandangan tersendiri.
“Jadi secara sistematik saya melihat memang ada brain trust yang melambungkan
Jokowi ke aras politik bahkan mungkin ke kursi presiden,” sebut Amien.
Selain itu, Amien juga bicara soal alasan mengapa dirinya mengritik Joko
Widodo? Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga bicara soal
kriteria presiden 2014 mendatang. Berikut wawancara lengkapnya:
Apa motif Anda mengkritik keras Joko Widodo?
Jadi saya sudah lama berdiam diri. Saya sesungguhnya menunggu ada sebagian
intelektual, politisi, penggiat LSM, kyai, atau siapa saja yang berani
memberikan kritik kepada fenomena Jokowi, yang menurut saya sudah luar biasa.
Jadi secara sistematik saya melihat memang ada brain trust yang melambungkan
Jokowi ke aras politik bahkan mungkin ke kursi presiden.
Padahal, kalau kita lihat ke belakang, sesungguhnya Jokowi seperti kepala derah
yang lain seperti Walikota Surabaya, Walikota Yogyakarta, atau walikota yang
lebih bagus lagi lebih banyak. Tetapi memang menurut saya ada usaha yang
sistematik (untuk munculkan nama Jokowi), dari mobil Esemka yang pepesan kosong
itu, sampai mempopulerkan Jokowi seorang walikota terbaik dari lima walikota
yang ada di muka bumi, maka saya makin ngeri.
Lalu?
Sebagai orang yang belajar ilmu sosial, saya sudah menyimpulkan kesimpulan
sementara, ada kekuatan modal yang akan melambungkan Jokowi sehingga kalau
sampai keinginan modal besar ini berhasil, saya takut, saya kasihan Jokowi akan
tersandera. Saya tidak mengatakan presiden boneka, tapi akan menurut kepada
yang melambungkan yang sangat luar biasa itu.
Nah, demokrasi yang jadi kiblat kita itu, adalah demokrasi jadi-jadian yaitu
demokrasi Amerika. Kita kagum dengan demokrasi Amerika, tapi kalau kita buka
ini demokrasi di Amerika yang menguasai Gedung Putih, Pentagon, Capitol Hill,
itu sesungguhnya adalah kompleks yang dalam istilah politik itu disebut sebagai
military, industrial, congresianal, dan media complex. Jadi korporasi besar
itulah yang sejatinya mendikte George Bush, Bill Clinton, Obama dan
presiden-presiden sebelumnya. Jadi terkenal dengan ungkapan almarhumm Muchtar
Lubis, Demokrat dan Republik itu sama saja. Satu perompak satu perampok.
Dalam Konteks Jokowi, bisa dijelaskan tentang kekuatan besar tersebut?
Hal ini makin terasa, bahwa kekuatan yang melambungkan Jokowi ke aras tertinggi
itu, memang terlalu kentara. Mereka tidak bisa menahan diri, Sehingga orkestra
dengan politik itu terlalu kentara, dari media massa yang seragam, pengerahan
cyber troops, orang kritik Jokowi di media, nanti ada ratusan yang menghantam
tanpa ampun dengan kata-kata semestinya tidak layak dan elok.
Tapi kalau seperti saya, anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya hanya ingin
menunjukkan hati-hati, kalau presiden siapapun yang bisa bertengger jadi lurah
Indonesia karena dengan dukungan luar biasa dukungan modal tanpa batas itu,
percayalah dia akan menjadi sandera dari pendukungnya.
Analisa Anda cenderung konspiratif, apa indikator yang paling kuat?
Jadi seperti cyber troops itu kan tidak wajar. Prabowo Subianto tidak mengalami
seperti itu, SBY juga tidak ada. Jadi ini ngebet. Karena ngebet ya ketahuan.
Saya punya kecenderungan, sebagai orang kampus yang dididik berfikir ilmiah itu
memang tidak akan mengatakan kalau tidak yakin. Jadi kembalilah dan tengoklah
Solo yang kumuh, miskin, dan gelap. Kemudian dikatakan walikotanya menjadi
salah satu walikota terbaik di muka bumi. Ini konspirasi media massa.
Jadi, ini ada kompleks dari pemilik modal, pemilik media massa, kekuatan
politik di DPR dan di tengah-tengah massa, sudah kena hypnotisme atau dalam
bahasa inilah..com “nina bobo” Jokowi. Tetapi saya tidak ada pamrih kecuali
mengingatkan jangan sampai kita menganggap demokrasi untuk rakyat tapi ternyata
milik pemilik modal.
Sekarang sudah terbaca kan kemana proyek-proyek DKI kemana larinya? mereka
kira-kira yang mendukung. Yang kita takutkan ribuan triliunan kekayaan
Indonesia mulai perkebunan, pertambangan, pertanian kekayaan laut dan
lain-lain. Kalau sampai presiden mendatang itu menjadi tersandera oleh kekuatan
modal itu, rakyat hanya akan jadi pelengkap penderita.
Apakah Anda bisa perjelas siapa pemilik modal itu apakah dari kelangan ‘hitam’?
Saya tidak akan mengatakan hitam, cokelat, abu-abu dan lain-lain. Hampir bisa
dipastikan, bahwa pemodal besar itu mesti dihinggapi patologi profit. Jadi
siang-malam yang difikir adalah profit dan profit. Sementara untuk menagguk
keuntungan itu angger-angger atau kaedah moral, kaedah agama, sosial etika, itu
sudah terbenam.
Nah, cuma repotnya, sejak jaman dulu sampai sekarang untuk memahamkan yang
cukup jelas ini kepada rakyat itu tidak mudah, bahkan kadang-kadang jadi
bumerang. Tapi karena saya membaca sejarah para nabi, tokoh perubahan, memang
itu, rakyat selalu mudah untuk dibelokkan kesana kemari oleh opinion leaders,
media massa dan lain-lain.
Bahkan contoh telak dalam sejarah kuno bagaimana Bani Israel yang tertindak
menjadi budak, ketika diajak salah satu putera terbaiknya yaitu untuk diajak
keluar dari cengkeraman Firaun dari Palestina, malah salah paham, mereka malah
marah sama Musa. Musa dikatakan gila. Persis seperti nabi, apalagi Amien Rais
yang tidak sekutu hitamnya nabi jadi tidak pernah gusar ketika dikatakan tidak
paham masalah, bodoh dan lain-lain.
Selama setahun Jokowi di Jakarta, ada capaian yang mendapat apresiasi publik
seperti blusukan, lelang jabatan termasuk mengurai kemacetan di Tanah Abang.
Apa anda tidak melihat sisi baik Jokowi?
Tanah Abang sekarang lancar, itu harus diacungi jempol. Belum banyak
sesungguhnya tapi itu cukup saya catat. Memang mengatasi banjir dan macet tidak
cukup dua bulan, jadi butuh satu periode kepemimpinan gubernur secara utuh. Itu
pun kalu tidak ada guncangan-guncangan yang lain. Artinya, ekonomi stabil,
mudah-mudahan bisa.
Terkait dengan satu periode gubernur utuh, bagaimana dengan dorongan agar
Jokowi maju menjadi Capres?
Ketika pejabat disumpah demi Allah itu sesungguhnya bukan main-main. Jokowi kan
disumpah lima tahun, lalu di tengah jalan terbengkalai tugasnya, karena
mengincar lebih tinggi dan tergoda apa tidak menyalahi etika dan fatsoen
politik.
Kritik Anda ke Jokowi mendapat perlawanan dari para pendukungnya, apa komentar
Anda?
Jadi saya tahu, sebagian besar rakyat tidak sepaham dengan saya. Tapi
ekstremnya, andaikan 250 juta rakyat mengatakan kita harus ke utara mendukung
Jokowi, saya mengatakan pikir dulu. Kalau saya ke selatan, tapi harus ada yang
mengingatkan. Karena seseorang dielukan itu akhirnya lupa. Kita belum lama toh,
dulu Bung Karno kita lupa, baru beberapa tahun Pak Harto sudah seperti Bung Karno,
7 kali dipilih dengan aklamasi oleh anggota MPR.
Jadi ketika saya bilang suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada substansi
pelan-pelan orang terbuka. Spekulasi bahwa saya kritik Jokowi untuk menjodohkan
Prabowo-Hatta, saya ngiri, syirik, itu tidak ada kentang kimpulnya (tidak ada
korelasinya).
Jadi saya mengingatkan bangsa ini, mau mimpin lurah Indonesia, jadi tolong
dipikir lebih jernih lagi masih ada waktu satu tahun untuk tidak menganut
grubyug untuk latahisme, saya peringatkan yang menjadi cyber troops Jokowi itu
apa tidak malu pada diri sendiri, saya sarankan sebelum tidur merenung 1-2
menit, apa yang saya lakukan betul apa tidak. Menghujat seenaknya dengan
kata-kata yang kurang senonoh itu menurut saya kurang pas, ketika saya ditanya
ya itu, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.
Siapa yang ideal dalam 2014 mendatang?
Saya tidak akan menyebut nama, cuma syarat. Siapapun yang bisa membawa bangsa
ini ke depan dengan percaya diri, bisa menyuguhkan kedaulatan ekonomi itu yang
bisa dipilih. Itu bisa Jokowi, Prabowo, Hatta Rajasa, Mahfud MD, Dahlan Iskan,
Sri Mulyani, Gita Wirjawan, Hidayat Nur Wahid atau siapapun.
Sehingga saya sesungguhnya punya impian, bukan kita ingin mencontoh demokrasi
liberal yang brengsek itu, tetapi kalau kita ingat dalam memilih lurah saja,
itu lurah tidak dipilih asal-asalan, milih bupati dan walikota tidak
asal-asalan.Karena itu, sesungguhnya ada semacam gurauan, saat SBY menang,
bersama kita bisa. Bisanya tidak jelas, apakah bisa melindungi alam, menegakkan
hukum, meningkatkan Iptek. Saya pikir pengalaman masa lalu itu mungkin akan
menjadi beban para capres itu untuk berpikir keras. Karena kalau cuma
popularitas tidak menjamin.