Breaking News

Rabu, 23 Juli 2014

Ada Intervensi Asing Yang Sangat Terencana Dalam Pilpres 2014



Pengamat intelijen, John Helmi Mempie mengatakan asing selalu berkepentingan dengan Pemilu dan Pilpres di Indonesia. Karena itu intervensi pihak asing tidak bisa dielakkan dan terjadi sejak Pemilu 2004 dan 2009 serta Pemilu 2014 ini.

“Semua sudah disiapkan sejak amandemen UUD 1945. KPU dan MK adalah instrumen yang bertugas mengamankan kepentingan asing. Semuanya ada di dalam Letter of Intent (LoI) pada Bank Dunia dan IMF (International Monetary Fund-red) saat awal reformasi,” ujar John Helmi dalam diskusi bertema “Intervensi Asing Dalam Pilpres Indonesia” di Galery TIM, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (21/7), seperti dilansir dalam siaran pers diterima.

Menurutnya, pemilu 2014 mencerminkan puncak kegagalan demokrasi dalam era reformasi yang menyebabkan kontraksi dan konflik dimana-mana.

“Kecurangan dalam pemilu menjadi biasa, bukan bukan rahasia lagi. Namun, menerima kekalahan karena kecurangan dengan legowo adalah naif. Bangga karena menang dengan cara curang juga munafik. Lama-kelamaan semua mendiamkan seperti sudah maklum,” ujarnya.

Menurutnya, siapapun pemenang dalam Pilpres lewat Pemilu liberal seperti saat ini, hanya akan menjadi boneka asing pihak asing dan pasti gagal membebaskan rakyat Indonesia dari penghisapan dan penindasan neo-kolonialisme-imperialisme (nekolim) Amerika Serikat.

Pengamat hukum pidana, Taufik Budiman menyatakan akan melakukan somasi kepada Komisi Pemilihan Umum apabila tetap mengumumkan hasil pemilihan presiden 2014 pada Selasa, 22 Juli 2014.

“Bagaimana mungkin kita memiliki presiden dari sebuah pemilihan presiden yang didasarkan pada pemilihan legislatif yang penuh dengan kecurangan. Ada 918 kasus Pileg masuk di MK dan 697 layak di proses. Dalam hukum pidana data palsu yang ditetapkan oleh KPU dapat dipidanakan dan bisa dituntut 8 tahun penjara,” ujarnya.

Mantan Asisten Teritorial Mayjen (Purn) Saurip Kadi mengingatkan bahwa demokrasi yang dijalankan saat ini adalah demokrasi transaksional yang hanya melahirkan berandal politik, bandit ekonomi dan hukum wanipiro.

“Sementara keluarga prajurit untuk mendapatkan rumah tipe 36 harus mencicil 25 tahun,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Poppy Dharsono mengatakan bahwa pemilihan presiden seharusnya menjadi kemenangan rakyat Indonesia, bukan menjadi kemenangan elit politik atau kemenangan kepentingan asing atas Indonesia dengan cara-cara curang.

“Pemilu saat ini harus menjadi pembelajaran bagi semua orang bahwa sistim demokrasi yang ada saat ini tidak bisa mengabdi pada kepentingan rakyat. Sudah waktunya untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945 yang asli,” ucap Poppy Dharsono.

Sedangkan Salamuddin Daeng dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menyangsikan independensi KPU dalam Pipres 2014 ini. Sebab KPU dan sejumlah lembaga survei telah lama dibina dan menerima dana asing.

Menurut peneliti kebijakan ekonomi politik global ini, KPU merupakan salah satu lembaga negara yang paling banyak menerima dana asing dalam rangka penyelenggaraan Pemilu.

“Itulah mengapa lembaga tersebut sulit dipercaya independensinya terhadap kandidat yang didukung asing,” kata Salamuddin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By