by Ronin Samurai
Fenomena
baru seputar sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri semakin me narik
dicermati seiring kian kuat desakan kubu dan pendukung Jokowi menuntut Mega
secepatnya memberikan persetujuannya atas pencapresan jokowi. Segala cara
mereka lakukan untuk memaksa Jokowi dicapreskan melalui PDIP. Mulai dari bujuk
rayu halus, melobi dari segala penjuru dan gunakan tangan tokoh – tokoh sipil
militer, sampai pada pembentukan opini di media – media bayaran mereka atau
melakukan aksi massa guna menyudutkan Megawati bilamana tidak bersedia / tidak
mau mendukung Jokowi secepatnya sebagai Capres PDIP. Ada apakah gerangan
kelompok – kelompok pendukung loyalis militan di belakang Jokowi ini ?
Semula
hampir dapat dipastikan Megawati tidak akan maju lagi mencalonkan diri di
pemilihan presiden 2014 setelah mengalami kekalahan dua kali berturut – turut
dalam pilpres 2004 dan 2009 lalu. Megawati yang kini telah ditinggal suami
tercinta, sebenarnya telah diposisikan sebagai guru bangsa dan ‘king maker’.
Sebuah peran simbolik untuk melanggengkan citra pribadinya sebagai tokoh
bangsa, mantan presiden dan menunaikan agenda strategis PDIP dan kaum
nasionalis Indonesia dari tarikan arus afiliasi politik sektarian, primordial,
liberal dan anti Pancasila.
Namun,
konstelasi politik Indonesia pada akhir – akhir ini memperlihatkan dominasi
“jaringan katolik – konglomerasi Cina”, yang kian gencar mengusung memainkan
peranan dalam pengendalian kekuasaan melalui pencitraan masif, sistematis,
terencana, kontinue dan melibatkan mayoritas jaringan media massa nasional dan
sebagian internasional untuk menyukseskan rencana pencapresan Jokowi sebagai
“capres boneka” mereka.
Perkembangan
politik sektarian jaringan katolik – konglomerasi Cina ini membuka mata dan
kesadaran Megawati atas potensi bahaya besar dan nyata terhadap agenda non
sektarian dan primordial yang diyakini oleh Megawati selaku pewaris utama
idelogi Soekarnoisme dan Marhaenisme. Sungguh luar biasa ancaman terhadap
ideologi legacy Bung Karno yang datang dari kelompok di PDIP sendiri. Megawati
seperti akan ditikam dari belakang alias dikhianati oleh para kader dan
pengurus PDIP yang selama ini dia bina dan besarkan namun kini menyeleweng
karena godaan syahwat kekuasaan dan uang yang ditawarkan jaringan katolik –
konglomerasi Cina.
PDIP Paska Taufik Kiemas
Sesuai
dengan tulisan kami sesaat setelah wafatnya Taufiq Kiemas, 8 Juni 2013 lalu,
dimana kami memprediksi pihak kanan (fanatik agamis) atau kiri (komunis, ateis)
akan memperbesar peran dan pengaruhnya di PDIP, bahkan ke depan berusaha
mengambilalih tampuk kekuasaan / kendali sebagai ketua umum PDIP. Upaya
menyeret PDIP lebih ke kanan sekarang sedang dilakukan dengan sangat intens
oleh kelompok jaringan katolik – konglomerasi Cina diantaranya melalui
pemberitaan – pemberitaan media untuk membentuk opini agar Megawati mau tidak
mau harus mengikhlaskan pencapresan Jokowi sebagai sebuah keniscayaan, kehendak
sejarah dan aspirasi mayoritas rakyat Indonesia. Padahal Megawati tahu persis
semua opini itu adalah sesat dan menyesatkan, hasil rekayasa kelompok jaringan
katolik – konglomerasi Cina dan para kolaboratornya.
Jika
demikian halnya, di mana sikap Megawati menguat untuk tidak serta merta
mendukung Jokowi, maka siapa figur definitif calon presiden dan wakil presiden
dari PDIP ?
Pertanyaan
tersebut menuai berbagai spekulasi di ruang publik. Jika merujuk pada arah
opini yang dimainkan oleh Kompas dan Gramedia Grup dan media afiliasinya
sebagai corong utama “jaringan katolik – konglomerasi cina”, tetap memaksakan
Jokowi sebagai pilihan utama, termasuk dengan memberi sinyal kuat kepada
Megawati bahwa Jokowi dapat saja nantinya dicapreskan oleh partai – partai
lain, termasuk oleh Partai Golkar yang saat ini ketumnya Aburizal Bakrie
mustahil berpeluang maju sebagai capres, apalagi menang dalam pilpres 2014
mendatang. Persoalan hukum dan kemelut keuangan yang terjadi di BUMI Plc
menyusul ‘fraud’ oleh Rosan P Roslani di PT. Berau Coal Energy sebesar ratusan
juta dollar AS, telah menjadi skandal besar di pasar keuangan internasional
yang menyeret posisi politik Aburizal Bakrie ke titik nadir, baik di dalam
negeri maupun di dunia internasional.
Akses ke Golkar Terbuka
Lebar
Sejarah
panjang James Riady, Luhut Panjaitan dan para pendukung / sponsor utama Jokowi
di Partai Golkar, terutama yang telah terjalin erat pada masa orde baru
mendukung para ‘king makers’ Jokowi melakukan lobi dan deal politik strategis
dengan Partai Golkar, termasuk dalam hal memberikan tiket capres Golkar kepada
Jokowi, sepanjang terms & conditions (baca : harga dan konsesi) yang diajukan
Aburizal Bakrie / Golkar dapat diterima/dipenuhi oleh James Riady, Luhut
Panjaitan, AM Hendropriyono cs.
Opsi
lain yang dipertimbangkan kubu Jokowi jika Megawati tidak juga berkenan
mendukung pencapresan Jokowi melalui PDIP adalah dengan ‘membeli’ dukungan
partai lain yang mengalami krisis kader capres dan atau krisis keuangan partai
/elit partai. Dengan modal finansial tanpa batas dari sumbangan para
konglomerat Cina dalam dan luar negeri serta jaringan Arkansas Connection,
berapa pun harga jual suara dukungan partai akan dengan mudah dibeli mereka,
termasuk membeli Partai Golkar yang ketua umumnya sedang menghadapi financial
distress yang tidak berkesudahan.
Peran Sentral Jaringan
Katolik – Konglomerasi Cina
Melalui
mayoritas media massa nasional kolaborator jaringan katolik – konglomerasi
Cina, beberapa nama telah mereka gulirkan sebagai sosok bakal cawapres yang
diopinikan ideal untuk mendampingi Jokowi, seperti: Panglima TNI Jenderal
Moeldoko, Menteri Perdagangan Gita Wiryawan, Dahlan Iskan, Hatta Rajasa, Surya
Paloh, Ahok bahkan sampai Jusuf Kalla gencar digulirkan sebagai figur yang
layak mendampingi Jokowi. Seolah – olah Jokowi lebih baik daripada tokoh yang
disodorkan sebagai bakal cawapresnya itu
Menyongsong
pilpres 2014 mendatang, jaringan Katolik – konglomerasi Cina makin yakin dengan
kekuatan opini dan jaringan media mereka mampu membentuk persepsi dan
preferensi pilihan rakyat, sebab itu Ahok berani dicanangkan mereka untuk
menjadi salah satu opsi bakal cawapres Jokowi.
Dengan
rekayasa pencitraan dan pembentukan opini, kemunculan dan peran Ahok kian
‘diblow up’ secara menjadi menarik dan kemasan apik. Pemberitaan – pemberitaan
gencar membentuk opini positif untuk Ahok dinilai mereka sudah menghasilkan
respon positif dari masyarakat luas.
Bagi
Jaringan Katolik – Konglomerasi Cina, jika rakyat tidak memberi reaksi negatif,
maka Ahok “dapat dikondisikan” sebagai pilihan yang sangat tepat mendampingi
Jokowi sebagai cawapres. Ahok merupakan keterwakilan kekuatan arus konsolidasi
konglomerasi Cina yang menjadi insiator, sponsor, donatur, dan berperan sangat
besar dalam menentukan kehadiran Jokowi di panggung politik terkini.
Prabowo Membesarkan Anak
Macan
Selain
itu, Ahok merupakan “kader Gerindra” yang digiring pembentukan opini publiknya
guna memenuhi syarat untuk mendampingi bakal capres Jokowi. Fenomena ini
menjadi menarik sekaligus kontroversial karena rekayasa penggenjotan citra
positif Jokowi secara otomatis menjadi faktor peredupan, penghalang dan
memperkecil peluang bagi Prabowo sebagai capres.
Ditarik
kebelakang, sebelum munculnya fenomena Jokowi, Prabowo Subianto adalah bakal
capres yang paling tinggi electabilitas dan popularitasnya. Tujuan Prabowo
untuk semakin memperbesar dan memperkokoh electabilitasnya menjelang pilpres
2014 dengan mengusung Duet Jokowi – Ahok pada pilkada DKI Jakarta tidak
tercapai sama sekali, bahkan berbalik menjadi bumerang menghancurkan
electabilitas yang sudah dibangunnya sekian lama. Prabowo blunder.
Pengusungan
Jokowi – Ahok sebagai cagub dan cawagub DKI, kemudian terpilih menjadi Gubernur
dan wakil gubernur DKI Jakarta, merupakan kesalahan terbesar dalam sejarah
hidup Prabowo selaku politisi. Prabowo persis seperti membesarkan anak macan,
yang ketika besar malan memangsa induknya sendiri.
Kesalahan
fatal Prabowo itu bukan disebabkan karena kebodohan atau kenaifan Prabowo
semata, juga bukan disebabkan karena adanya ‘penumpang gelap’ yang
mengintervensi dan menelikung Prabowo di pilkada DKi Jakarta, yang dilakukan
oleh jaringan katolik – konglomerasi cina beserta mitra pribuminya Luhut
Panjaitan, AM Hendropriyono dan lain – lain, melainkan terutama dan yang utama
disebabkan oleh
pengkhianatan
dari seorang Jokowi.
Jokowi
yang bermanis muka dan tersenyum lebar saat bertemu meminta restu dukungan dari
Prabowo pada pra pilkada DKI Jakarta awal tahun 2012 lalu, kini berpaling dan
tersenyum sinis melirik ratapan tangis Prabowo menyesali penilaian dan
keputusannya terhadap sosok karakter seorang Joko Widodo.
Politik
adalah seni kemungkinan dalam pencapaian tujuan dan perjuangan kepentingan dari
masing – masing pribadi politisi. Jokowi berhasil menyembunyikan niat dan
kepentingannya dengan sangat baik, mengecoh penglihatan Prabowo dan
mengkhianatinya pada saat yang tepat. Tidak tanggung – tanggung, Jokowi menikam
Prabowo dari belakang dengan bantuan penuh dari musuh terbesar Prabowo dalam
hidup : Luhut Panjaitan cs !.
Tidak
hanya Prabowo yang menjadi korban pengkhianatan Jokowi. Megawati dan Jusuf
Kalla juga merasakan menjadi korban pengkhianatan Jokowi meski dalam bentuk dan
kadar yang berbeda.
Jusuf Kalla dan Megawati
Juga Korban Pengkhianatan
Ketua
Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak pernah bermimpi Jokowi akan mengkhianati
dirinya melalui kesediaan Jokowi menjadi bakal capres yang ditunjukan secara demonstratif
tanpa malu dan sungkan di depan Megawati dan di hadapan publik Indonesia.
Padahal tanggal 20 September 2012 lalu, Jokowi sudah menyampaikan pernyataan
melalui konfrensi pers di kediaman Megawati. Saat konpers tersebut Jokowi
menegaskan janjinya bahwa dirinya akan menjalankan masa bakti periodeisasi
jabatan gubernur DKI Jakarta selama 5 tahun penuh, tidak akan mencapreskan diri
pada 2014.
Namun,
ternyata janji Jokowi itu hanyalah pengelabuan terhadap Megawati, Jusuf Kalla,
Prabowo dan tokoh lain, demi mendapatkan dukungan penuh mereka semua untuk
mencapai kemenangan di Pilkada DKI. Untuk menyelesaikan tahapan pertama dari
sebuah grand strategi dari pendukung dan sponsor utama Jokowi yakni menempatkan
Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia dengan kendali penuh atas kekuasaan
kepresidenan berada di tangan para tuan dan majikan Jokowi ini.
Megawati
memang bukan tokoh politik kemaren sore, bukan orang sembarangan dan mudah
terkecoh. Sejak awal pra pilkada DKI, Mega sudah pernah menanyakan secara langsung
kepada Jokowi perihal siapa sebenarnya orang – orang atau kelompok yang menjadi
tim sukses Jokowi. Jawaban Jokowi yang menyebutkan bahwa tidak ada timses lain,
kecuali timses dari PDIP dan Gerindra, sama sekali tidak memuaskan dan membuat
percaya Megawati. Sejak itu, meski memendam curiga, Megawati tidak percaya
sepenuhnya kepada Jokowi.
Pertanyaan
kedua Megawati kepada Jokowi disampaikan saat pilkada putaran pertama usai.
Megawati bertanya lagi, siapa timses lain di belakang Jokowi. Kembali Megawati dibohongi.
Tidak ada, jawab Jokowi.
Pertanyaan
ketiga disampaikan Megawati kepada Jokowi sesaat setelah Megawati mendapatkan
‘desakan massal’ dari DPD – DPD peserta Rakernas PDIP awal September 2013 lalu
di Jakarta, meminta Forum Rakernas PDIP dan Megawati mengumumkan secara resmi
Jokowi sebagai capres dari PDIP. Megawati yang kaget melihat dukungan solid
peserta rakernas dan sebagian pengurus DPP PDIP segera mencium bau aneh dan
mencurigakan. Akal sehat dan hati kecil Megawati menyimpulkan telah terjadi ‘penggalangan
dukungan’ untuk pencapresan Jokowi yang dilakukan tanpa sepengetahuan dan
persetujuan Megawati, oleh ‘pihak – pihak’ tertentu yang memiliki agenda
politik tertentu yang pasti berbeda dan tidak sejalan dengan kepentingan
partai.
Megawati Faktor Kunci
Menyikapi
‘rencana kudeta merangkak’ kubu Jokowi itu, Megawati memanggil satu per satu
ketua DPD PDIP menemui dirinya secara pribadi. Semua ketua DPD ditanya tentang
motif desakan pencapresan Jokowi di forum rakernas, siapa yang menyuruh, apa
kepentingan dan kompensasinya, dan lain – lain. Hasilnya, cukup mengagetkan
Megawati. Mega memperoleh informasi lengkap mengenai segala sesuatu tentang
Jokowi, para sponsor, donatur, jaringan, agenda politik, tujuan, implikasinya
terhadap partai dan negara, dan seterusnya.
Megawati
telah mencermati bagaimana Jokowi bermanuver dengan gaya khas blusukannya
seolah tanpa dosa dan agenda politik tersembunyi. Begitu juga Ahok yang ikut
manuver meski dengan mencoba menonjolkan sikap seolah – olah tegas tetapi malah
terkesan seperti preman pasar tak tahu aturan.
Namun
celaka bagi Ahok kini, kegemarannya mengeluarkan perkataan kotor, menghujat dan
mengumpat kelompok tertentu terutama umat Islam dapat menjadi batu penghalang
terwujudnya rencana besar yang dicita – citakan jaringan katolik dan
konglomerasi Cina berkuasa mutlak di Indonesia.
Ahok
kemarin blunder menghina organisasi Islam Muhammadiyah yang tidak setuju dengan
rencana Ahok melokalisasi Pelacuran di Jakarta dengan menuding Muhammadiyah
sebagai munafik, sekarang mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak. Bahkan
disebutkan Ahok akan dilaporkan ke Polda Metrojaya atas tuduhan telah melakukan
tindak pidana penghinaan, pencemaran nama baik dan penistaan terhadap agama /
institusi agama.
Apakah
para konglomerat Cina dan mantan jenderal pendukung Ahok di balik layar kembali
berhasil menunjukan kesaktiaannya dengan mempetieskan semua proses hukum yang
seharusnya menjerat Ahok sebagai tersangka atau terpidana.
Ahok
sejak dulu memang diketahui berambisi menjadi presiden Indonesia pada suatu
saat nanti seperti tertuang dalam buku biografinya, setahun terakhir ini terus
mendaki mengejar posisi sebagai cawapres. Walhasil, kedua orang pejabat tinggi
DKI Jakarta itu, Jokowi – Ahok menghabiskan waktu mereka lebih banyak untuk pencitraan
dan pelaksanaan program kegiatan populis seperti pesta – pesta rakyat dan
konser – konser musik yang hanya sekedar memuaskan kebutuhan jangka pendek
warga Jakarta tanpa ada muatan manfaat untuk kesejahteraan rakyat.
Kedua
tokoh ‘boneka’ jaringan katolik dan konglomerasi cina ini terlihat sangat
menikmati peran mereka sebagai tokoh pemimpin pujaan rakyat, dapat tampil di
mana – mana dan setiap saat menjadi berita utama di media – media massa
kolaborator para sponsor dan penyandang dana timses Jokowi – Ahok.
Hanya
melalui pencitraan media plus komentar – komentar bernada puja – puji sanjung
dari pengamat, akademisi, lembaga survey, tokoh – tokoh rekanan / kontraktor
bayaran para majikan dan tuan Jokowi, popularitas dan electabilitas Jokowi –
Ahok dapat digenjot maksimal.
Menyadari
bahwa semua penilaian kinerja, popularitas dan electabilitas Jokowi – Ahok itu
adalah palsu, artifisial dan temporer, baik Jokowi – Ahok maupun pendukungnya
berusaha keras agar penetapan pencapresan Jokowi dan pencawapresan Ahok dapat
dipastikan terwujud secepatnya sebelum semua orang terutama warga DKI Jakarta
tersadar bahwa kedua tokoh itu hanyalah dan tidak lebih dari dua orang penipu,
pemburu jabatan dan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.
Semakin
lama menjabat sebagai pemimpin Jakarta, borok dan kegagalan mereka pasti kian
banyak terungkap. Contoh nyata mencuat ketika masa satu tahun kepemimpinan
Jokowi – Ahok terlewati. Para pengamat dan masyarakat luas menyaksikan sendiri
kegagalan Jokowi – Ahok menjalankan / menyelesaikan program – program
pembangunan daerah dan penyerapan APBD DKI tahun 2013, yang hanya sekitar 50%
saja atau paling rendah diantara seluruh pemprov se-Indonesia.
Kegagalan
melaksanakan program – program dan penyerapan APBD DKI Tahun 2013 serta kegagalan
mereka menepati puluhan janji manis yang telah terucap, kini menjadi mimpi
buruk dan bom waktu yang siap meledak menghancurkan Jokowi – Ahok berkeping –
keping hingga tak bersisa.
Musuh
utama Jokowi – Ahok kini tidak lagi hanya para pengamat kritis, tetapi kini
sudah bertambah dengan waktu yang masih tersisa. Setahun waktu berlalu telah
membuktikan dan menampilkan fakta bahwa mereka berdua bukan pemimpin ideal atau
pemimpin harapan rakyat sebagaimana yang digembar – gembor media, Melainkan
hanya dua orang biasa yang diberi peran melakoni akting seolah – olah tokoh /
pemimpin luar biasa oleh sutradara di balik layar yang selama ini menjadi tuan
dan majikan.
Ketika
semua rahasia kebusukan Jokowi dan Ahok terbaca oleh rakyat Indonesia, entah
apa bencana yang akan menimpa mereka sebagai balasannya. Rakyat yang marah dan
kecewa bisa berbuat apa saja terhadap diri Jokowi dan Ahok yang dinilai sebagai
pendusta dan pengkhianat bangsa.
Peluang Prabowo dan Megawati
Untuk
meredupkan potensi Prabowo Subianto agar dapat dipastikan tidak maju sebagai
Capres, dan sekaligus menarik gerbong Gerindra berkoalisi dengan PDIP. Sebuah
rencana langkah yang jitu, namun sangat bergantung pada sikap Prabowo, apakah
dirinya akan terjebak pasrah pada skenario Jaringan Katoli, Konglomerasi Cina
dan media – media kolaboratornya itu ?
Prabowo
sebagai mantan Jenderal Kopasus yang memiliki segudang pengalaman militer,
tentu punya cara menghadapi pengkhianatan Jokowi dan mungkin juga pengkhianatan
Ahok nanti. Langkah – langkah ‘kuda’ Prabowo bisa saja tidak terduga dan
menghasilkan perubahan signifikan terhadap konstelasi politik dalam beberapa
waktu mendatang.
Megawati
sebagai mantan presiden kian matang dan mampu bentengi diri dari bujuk rayu,
desakan, tekanan, ancaman, serangan silih berganti yang dilancarkan kader –
kader PDIP berjiwa khianat dan pihak luar para konglomerat cina yang menjadi
kolaborator kader – kader durjana khianat tersebut. Megawati pasti sudah punya
strategi dan mitra yang tepat untuk mengalahkan musuh – musuh yang ingin
mengkooptasi dirinya dan mengambilalih kendali PDIP dari tangannya.
Kilas Balik Peran
Strategis Media
Dari
sisi peran media, suka atau tidak, Kompas makin terlihat lincah menunjukkan
kemampuannya selaku koordinator bersama – sama First Media Grup dalam
menggalang afiliasi “jaringan katolik – konglomerasi cina”. Sebuah hubungan
yang lama terbangun sejak awal rezim Orde Baru, dan kini di era reformasi
mengalami kematangan dengan cita – cita besar menjadikan PDIP sebagai sarana
politik yang sukses mengantar Jokowi sebagai Presiden RI. Selanjutnya,
pengambialihan kekuasaan di PDIP hanyalah merupakan masalah pemilihan waktu
yang tepat saja. Kapan dan dimana, Megawati dan dinasti Soekarno akan
dilengserkan untuk selama – lamanya.
Wajar
saja, bila rangkaian opini jelang Pileg yang digulirkan Kompas tidak lepas dari
tujuan mempermulus konsolidasi PDIP. Dengan target mengusung dan memenangkan
Jokowi di pilpres nanti. Sebuah paket politik cerdas untuk bertarung menghadapi
munculnya koalisi partai dari kubu nasionalis
(Golkar-Nasdem-Gerindra-PAN-Demokrat) dan partai-partai Islam
(PKS-PPP-PKB-PBB).
Harus
diakui, pematangan dan persiapan PDIP untuk bertarung di Pileg dan Pilpres
terbilang canggih. Di mana pemetaan yang dimainkan oleh kompas melalui afiliasi
“jaringan katolik – konglomerasi cina” merupakan kekuatan riil: Dukungan
homogenitas basis politik primodial dan sokongan jaringan finansial. Satu –
satunya kelemahan, namun sangat menentukan adalah kegagalan mereka membujuk
rayu pusat kekuasaan PDIP yakni Megawati untuk rela ikhlas mendukung Jokowi.
Kenyataan
itu, Demokrat sebagai partai berkuasa dan menjadi korban utama dari perusakan
citra oleh berbagai opini Kompas, belakangan mulai memahami bahwa, PDIP tidak
sekedar beroposisi terhadap kebijakan pemerintahan. Namun PDIP secara
terselubung bergerak menjadi “mesin perusak” agenda reformasi, dengan
memunculkan sentimen primordial “jaringan katolik – konglomerasi cina” sebagai
kelompok yang siap mengambil alih kekuasaan dengan keberhasilan Jokowi nanti
terpilih sebagai presiden boneka.
Kilas Balik Pilkada
Pada
pemilihan Gubernur DKI Jakarta, skenario PDIP tersebut terbilang sukses. Di
mana “jaringan katolik – konglomerasi cina” terkonsolidasi secara rapi
menempatkan Jokowi – Ahok sebagai pemenang, dan sekaligus lokomotif politik
untuk melangkah ke tahapan Pilpres 2014.
Setelah
sukses membawa Jokowi – Ahok di Pilgub DKI Jakarta, kini jaringan katolik dan
konglomerasi cina mengarahkan seluruh kekuatan untuk menghadapi Pileg dan
Pilpres 2014, dengan melibatkan semua potensi kekuatan yang ada di dalam dan di
luar negeri, termasuk dan terutama dukungan mantan presiden AS Bill Clinton,
konsultan politik terkemuka dunia Stan Greenberg dan tokoh – tokoh terkemuka AS
lain yang tergabung dalam “Arkansas Connection”.
Dari
sisi lain, dukungan finansial dan jaringan tanpa batas diberikan China Military
Intelligence (CMI) yang secara konsisten selama puluhan tahun membantu usaha
pemerintah China menanam pengaruh kuat di pusat – pusat kekuasaan negara – negara
lain, termasuk di AS pada tahun 1993 – 2001 melalui terpilihnya presiden ‘China
Amerika’ pertama Bill Clinton dengan kontribusi maksimal agen CMI : James
Riady, James Huang dan lain – lain.
Konsolidasi Total Telah
Dimulai
Mengutip
artikel di sebuah media on line, seruan Arswendo Atmawiloto, “Jokowi adalah
anugerah tuhan bagi bangsa Indonesia…”. Pesan pendek itu bermakna ideologis,
tepat diluncurkan tanggal 10 Desember 2013, lima belas hari sebelum Natal.
Waktu yang tepat untuk menggiring jaringan katolik – konglomerasi cina untuk
bersatu dan bergeak memperjuangan PDIP dan memenangkan Jokowi sebagai presiden.
Arswendo
tokoh senior Kompas yang pernah dipenjarakan pada tahun 1990 lantaran secara
terang-terangan menghina Nabi Muhammad. Kader inti Komando Pastor (kompas) itu
menuai kecaman publik. Pada saat itu, ratusan ribu ummat Islam berdemo dan
nyaris menghancurkan kantor kompas, karena dianggap ikut menyokong sikap
radikalisme Arswendo.
Tanpa
diketahui publik, selama di penjara Kompas intensif menjalin hubungan dengan
Arswendo dan memberinya order menulis berbagai artikel, cerpen dan novel dengan
menggunakan nama samaran. Sejumlah tulisan Arswendo di terbitkan oleh kompas
dan berbagai novel dicetak oleh Gramedia.
Selepasnya
dari penjara, tabungan Arswendo konon dikabarkan miliaran rupiah yang bersumber
dari hasil tulisan yang diterbitkan kompas. Bermodalkan kebencian kepada Islam
dan dana dari kompas, Arswendo kembali berkiprah dalam dunia pengajaran seni
dan pelatihan jurnalistik.
Kini,
ratusan kader jurnalis yang dibinanya, direkrut menjadi redaksi kompas dan
menduduki posisi menentukan kebijakan berita sebagai redaktur. Kompas memiliki
sejumlah media massa cetak dan elektronik.
Dalam
sebuah artikel yang dituliskan oleh seorang mantan wartawan kompas, mengatakan;
“ciri dan gaya reportasi para wartawan didikan Arswendo sangat mudah diketahui.
Cenderung menyentil Islam secara lembut. Jika publik tidak bereaksi, maka
mereka akan menurunkan berita yang lebih keras menyerang atau mengkelabui ummat
Islam stigmatisasi negatif…”
Arswendo
terbilang sukses menggiring generasi muda Islam dengan berbagai opini berlatar
hiburan berbau tulisan-tulisan sex. Salah satu majalah terkenal yang dipakai
sebagai misi penghancuran moral kaum muda bernama HAI. Yang kemudian belakangan
diketahui sebagai singkatan dari “Hancurkan Agama Islam” (HAI).
Arswendo
meskipun kini tidak memangku jabatan di struktur Gramedia Group Kompas, namun
ia memiliki peran dan hak mengintervensi arah opini kompas. Maka tak heran,
gencarnya kompas mempromosikan PDIP dan Jokowi, semua itu tidak lepas dari
peran Arswendo dan kelompok redaksi binaannya.
Dalam
sebuah rapat redaksi terbatas di tingkat elit kompas mengundang Arswendo
mempresentasikan strategis pemberitaan dan opini untuk memenangkan PDIP dan mempromosikan
Jokowi jelang pemilu 2014.
Bocoran
hasil redaksi itu kini beredar terbatas di kalangan redaktur kompas dan
sejumlah wartawan berhaluan katolik di beberapa media (Metro TV, MNC Group dan
Jawa Pos). isinya dari rumusan tersebut yakni:
Pertama,
setahun sebelum pemilu dilaksanakan, kompas melakukan investigasi dan publikasi
berbagai kasus-kasus yang melibatkan elit-elit dari partai Islam dengan
memanfaatkan KPK sebagai alat legitimasi. Targetnya membangun sentimen negatif
ummat Islam agar tidak percaya kepada kiprah partai-partai Islam. Sasaran
“Partai Islam terkorup dan terjerat skandal sex”.
Kedua,
kompas secara terus-menerus mendorong perpecahan dan perusakan citra
kepemimpinan SBY dan elit partai demokrat dengan isu-isu korupsi. Selain itu,
menjadikan Anas dan kelompok HMI bersatu untuk melawan SBY dan kelompoknya.
Dengan sasaran, mendorong KPK agar terus mengungkap keterlibatan Anas dalam
kasus Hambalang dan Wisma Atlet dengan segala cara.
Ketiga,
melancarkan isu-isu korupsi di lembaga strategis negara (lembaga kepresidenan,
Kementrian, DPR/MPR RI, MK, MA dan sebagainya). Tujuannya untuk melumpuhkan
kepercayaan publik sehingga lembaga negara tesebut tidak bekerja optimal. Dan
menjelang pemilu, isu-isu korupsi digulirkan lebih keras agar situasi nasional
berada dalam keadaan ketidakpastian.
Keempat,
menghancurkan citra dan peran TNI, POLRI dan Kejaksaan dengan isu-isu korupsi.
Agar ketiga lembaga tersebut menjadi kehilangan wibawa di mata publik, sembari
mempromosikan KPK sebagai satu-satunya lembaga publik yang kuat dan dipercaya
rakyat. Sehingga dengan demikian, Kompas dengan mudah memanfaatkan KPK untuk
menghantam lawan-lawan politik yang bersebrangan dengan PDIP.
Keempat
agenda yang di rumuskan oleh Arswendo dengan elit redaksi kompas kini telah
berjalan mulus dan diperluas gerakannya melalui kerjasama dengan para sekutu
yang seide, semisi dan setujuan.
Selain
peran Arswendo dan kompas, juga terdapat kelompok serupa dari jaringan katolik
– konglomerasi cina yang giat melakukan serangkaian manuver politik. Yakni, J.
Kristiadi dan jaringan CSIS kini agresif melakukan konsolidasi ke berbagai
jaringan akademis untuk memperkuat PDIP dan mempersiapkan pencapresan Jokowi.
Penutup
Kesuksesan
rencana Jaringan Katolik dan Konglomerasi Cina berkuasa di Indonesia kini sudan
di depan mata. Kekuatan utama Indonesia yakni ideologi Pancasila, sudah lama
terkubur tanpa diketahui dimana nisannya. Kelompok mayoritas Islam semakin
lemah dengan terus menerus memojokannya melalui berbagai isu teroris, SARA dan
rasis, anti demokrasi dan HAM, labeling sebagai kelompok puritan, fanatik dan
fundamental. Plus dilengkapi dengan kebebasan informasi nyaris tanpa sensor
yang mencuci otak dan mengubah perilaku mayoritas muslim tak ubahnya sama
dengan umat lain dengan menjujung tinggi kebebasan dan menjadikan gaya hidup
individualistik, materialis hedonarsis menjadi ‘role model’ dan pandangan
hidupnya.
Kemana bangsa ini
berjalan dalam beberapa waktu mendatang ?
Sumber : radennuh.org
apakah umat islam akan lalai lagi dan mau lagi tertipu di tahun 2019-2020
BalasHapusjika negeri ini perlu kita amankan , maka umat islam sebagai penentunya wajib berhati -hati, waspada , jeli , teliti, mengkaji dan menganalisa serta menyelusuri latar belakang sosok yang mau dicalonkan menjadi pemimpin dinegeri ini , jangan lagi mau diberi uang , tetapi mengorbankan yang lebih besar , lebih panjang dan lebi berdampak dalam kehidupan umat islam dan ulama yg saat6 ini terus dizalimi .