JAKARTA (voa-islam.com) Betapa Mega, Jokowi, PDIP sudah menjadi jaringan
kepentingan Yahudi, Katolik, dan kelompok 'invisible hand' (kekuatan tak
nampak), yang sekarang bermain dalam perubahan politik di Indonesia.
Kekuatan 'Trilateral
Commission" internasional, berkolaborasi dengan Mega, Jokowi, dan kekuatan
politik lokal, berusaha mengambil alih kekuasaan di Indonesia, dan menggunakan
momentum pemilu 2014 ini.
Melalui pengusaha Jacob Soetoyo
Presdir PT Gesit Sarana Perkasa, pemilik saham hotel elite JS Luwansa di
Kuningan, Jakarta Selatan, terkoneksi dengan kekuatan-kekuatan 'global' yang
ingin melakukan penguasaan terhadap Indonesia.
Jacob Soetojo yang merupakan bagian
'Chinese Oversease' (Cina Perantauan), yang memulai karir bisnisnya sejak
tahun 1980. Dia bergabung ke PT Alakasa Industrindo tbk sebagai komisaris dan
ditunjuk sebagai Wakil Presiden Komisaris PT Alakasa Industrindo tbk pada tahun
2010.
Alakasa adalah perusahaan yang
bergerak di bidang manufaktur seperti produksi alumunium. Perusahaan tersebut
berada di Jakarta dan didirikan sejak tahun 1972.
Jacob meraih gelar S1-nya di bidang
perdagangan dari Concordia University, Montreal Kanada pada tahun 1978. Lalu
mengambil gelar S2-nya di bidang administrasi dari McGill University, kanada.
Jacob Soetojo pernah tercatat
dalam barisan dewan pengawas Center of Strategic and International Studies
(CSIS) pada tahun 2005. CSIS adalah lembaga pengkajian kebijakan sosial,
politik, dan ekonomi Indonesia. Dia juga pendiri Yayasan Kebun Raya Indonesia.
CSIS menjadi otak 'think-than' Orde
Baru, yang mensuplai konsep kebijakan Orde Baru, dan menghancurkan golongan
Islam. CSIS di awal Orde Baru merupakan kolaborasi antara para jenderal
'abangan' dengan kalangan Katolik 'Ordo Jesuit'.
Sebagai orang CSIS, Jacob jelas
dekat dengan Sofyan Wanandi? Siapa itu Sofyan Wanandi ? Dialah yang di era
reformasi 98-99 dulu mengancam : “Jika Habiebie jadi Presiden Indonesia,
dollar akan naik 15 ribu!”
Saya yang waktu 98-99 sedang tingkat
akhir (mau lulus kuliah), ingat betul pernyataan Sofyan Wanandi itu karena
dimuat di media dan televisi. Benar saja, dollar saat itu naik dan mencapai 15
ribu!. Saya yang butuh peralatan untuk tugas akhir harus menerima kenyataan
bahan-bahan tugas akhir harganya naik (rapidho, kertas kalkir, penggaris
staedler dll).
Jacob tumbuh di lingkungan pengusaha
sukses. Seperti Jacob, keluarganya juga banyak yang bergerak di bidang bisnis
dan yayasan sosial, seperti Jahja Soetoyo, Meiriana Soetoyo dan Meiriani
Soetoyo. Mereka tergabung dalam JS Brothers Fund Foundation.
Satu hal yang PENTING : Jacob
adalah anggota Trilateral Commission Wilayah Asia-Pasifik dari Gesit Company.
Silahkan download file dibawah ini :
- trilateral.org/download/file/PA_list_7-13.pdf
Beberapa nama seperti penasihat
Gedung Putih Zbigniew Brzezinsky, Gubernur Bank of Israel Stanley Fischer,
intelektual pro-aneksasi Irak Francis Fukuyama, Samuel P. Huntington, David
Rockefeller, Henry Kissinger, mantan Presiden Bank Dunia dan mantan Menhan AS
Robert McNamara termasuk dari sekian banyak anggotanya.
Lalu apa itu Trilateral Commission?
Tulisan sederhana ini akan mengulasnya secara singkat.
Profil Trilateral Commisssion (TC)
Komisi Trilateral (TC) adalah
organisasi non-pemerintah yang dibentuk di tengah-tengah krisis minyak Timur
Tengah. Kelompok diskusi non-partisan yang didirikan oleh David Rockefeller1
pada bulan Juli 1973 untuk mendorong kerjasama yang lebih erat antara Amerika
Utara, Eropa Barat, dan Jepang.
“Kata” Trilateral“berarti” tiga-sisi
“.Tiga sisi dalam halini adalahAmerika Utara, Eropa, dan Jepang. Amerika Utara,
Eropa,dan Jepangmemiliki beberapakesamaan, yangpaling penting adalahkekayaan
mereka, yang terutama berasaldariindustri produksi. Bahkan pertanian pun di industrialiasi,
dalam arti bahwa para petani di negara-negara Trilateral menggunakan banyak mesin.
Pendiri dan penggerak utama TC
pemodal internasional David Rockefeller, pemilik Chase Manhattan Bank.
Wartawan Bill Moyers berbicara
tentang kekuatan dari David Rockefeller dalam sebuah film dokumenter TV,
Pemerintah Rahasia pada tahun 1980: “David Rockefeller adalah hari ini
perwakilan paling mencolok dari kelas penguasa, persaudaraan multinasional
laki-laki yang membentuk ekonomi global dan mengelola aliran modal … warga
negara yang diberikan hak istimewa dari seorang kepala negara … Dia tak
tersentuh oleh bea cukai atau kantor paspor dan hampir tidak berhenti untuk
sebuah lampu lalu lintas. “2
Dua bulan setelah pertemuan
Bilderberg, pada Juli 1972, David meminjamkan tanah miliknya yang terkenal,
Pocantico Hills di lembak Hudson, New York sebagai pusat pertemuan Trilateral
Commission. Sekitar 200 orang banker dan industrialis hadir, yang rata-rata
mereka pun adalah anggota Bilderberg dan CFR.
Pertemuan TC juga terjadi di Tokyo
pada 21-23 Oktober 1973. Enampuluh lima orang mewakili grup Amerika Utara yang
semuanya sekaligus member dari Council on Foreign Relations (CFR).
Sekitar 300 anggota bergabung pada
tahun 1973, mereka adalah pengusaha internasional, bankir, pemerintahan,
akademiksi, media, dan kalangan pekerja konservatif.
Komisi Trilateral dibagi menjadi tiga
wilayah :Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik. Markas wilayah Amerika berada di
Washington; Eropadi Paris; dan Asiadi Tokyo. Pertemuan tahunan TC pada
tahun2006 diadakan di Tokyo selama tiga hari. Tahun 2007 diadakan di Brussels,
dan 2008 dari 25-28 April diWashington DC. Pertemuan itu tertutup untuk umum,
dan media yang tidak berafiliasi dengan TC ditolak aksesnya.
TC tidak hanya berkumpul mengkaji
dan merumuskan kebijakan, tetapi mereka sejak dulu telah berhasil menempatkan
orang-orangnya dalam lingkungan penting pemerintahan di dunia. Saya ambil
beberapa contoh :
1.George S. Franklin Jr., salah satu
direktur Council Foreign Relations (CFR), dia adalah teman kuliah David
Rockefeller dan menikah dengan Helena Edgell, sepupu David. George menduduki
posisi Sekjen dan Koordinator TC untuk Amerika Utara.
2. Henry Kissinger, anggota kunci TC
yang menjabat Presiden Amerika.
3. Zbigniew Brzezinski, staff
kepresidenan Henry Kissinger. Pakar politik Universitas Columbia, pendiri
Trilateral, dan salah satu direktur CFR.
4. President Ford, menunjuk Robert S
Ingersoll (Borg-Warner Corp dan First National Bank of Chicago) sebagai
Menlunya. Ingersoll adalah anggota TC. Pada tahun 1974, Ingersoll digantikan
oleh Charles W. Robinson, seorang pengusaha dan anggota TC. (sumber : Murray
N.Rothbard, Wall Street, Banks, and American Foreign Policy,
hal. 61-62)
Contoh lainnya, bagaimana
pemerintahan Jepang tahun 1973 dikuasai para trilateralis :
Koichi Kato, Deputi Sekretaris Kabinet
Kiichi Miyazawa, Menteri Luar Negeri, Direktur Agensi Perencama Kebijakan
EKonomi
Nobuhiko Ushiba, Menteri Ekonomi, Perwakilan Multirateral Trade
Negotiation, Penasehat Menlu
Saboro Okita, Menlu.
(Sumber : Holly Sklar, Trilateralism: The Trilateral Commission and Elite Planning
for World Management, hal. 93).
Jika yang punya update kaum
trilateralis yang menguasai pemerintahan Jepang saat ini, silahkan dishare.
Dari contoh-contoh tersebut, tampak
jelas karakter dari TC yang selalu berusaha mempengaruhi policy sebuah negara
dengan cara menempatkan orang-orangnya dalam posisi pemerintahan. Jika mereka
tidak dapat menduduki suatu pos kunci, maka mereka bisa menempatkan orang-orang
yang sepaham atau bisa mereka kendalikan.
Bahkan lewat Trilateral Commisision
inilah, beberapa calon presiden AS di fit and proper test dulu, sebelum maju
mencalonkan diri.
Profil Pendiri.
Mari kita kenali profil para pendiri
Trilateral Commissions :
David
Rockefeller
David Rockefeller. Bankir dan
pendiri Trilateral Commission
Dia adalah salah satu orang terkaya
dan paling berpengaruh di dunia. Kekayaan bersihnya mencapai sekitar $2,2-$2,9
trilyun.
David Rockefeller adalah pimpinan
keluarga Rockefeller, keluarga terhormat dan berpengaruh. Dia memiliki koneksi
luas dengan orang-orang kaya dan penting di dunia yang tidak cukup digambarkan
dalam artikel ini.
Silahkan coba baca-baca saja http://en.wikipedia.org/wiki/David_Rockefeller
David juga anggota dari forum-forum
penting seperti Bilderberg group, Bohemian Group, chairman dari Council on
Foreign Relations (CFR), dan pendiri sekaligus anggota Trilateral Commission.
Pandangannya tentang dunia sangat
globalis dan pro New World Order (Tatanan Dunia Baru). Berikut video saat dia
dikonfrontir tentang agenda NOW saat berkunjung ke Chili :
Dalam buku Memoirs-nya yang terbit
pada tahun 2002, halaman 405, David mengaku sebagai bagian dari rencana jahat
Illuminati untuk menguasai Amerika dan dunia.
“Sejumlah orang bahkan percaya bahwa
kami(keluarga Rockefeller) merupakan bagian darikomplotan rahasiayang
bekerjamelawan kepentinganterbaikAmerika Serikat, karakteristik keluarga
sayadansaya sebagai seorang ‘internasionalis’ danbersekongkoldengan orang
laindi seluruh dunia untukmembangunlebihglobal terpadupolitikdanstruktur
ekonomi-satu dunia, jika Anda mau. Jika itutuduhannya, sayamengakuibersalah,
dan sayabangga karenanya. “
Pada satu kesempatan, David pernah
berkata:
“Kita berada di
ambangtransformasiglobal.Yang kita butuhkanadalahkrisis besaryang tepat
danbangsa-bangsaakanmenerimaNew World Order.”
Zbigniew
Brzezinski
Zbigneiw Brzezinski. Globalis dan
Pakar politik internasional
Zbigneiw Brzezinski adalah seorang
mantan Penasehat US National Security, pendiri Trilateral Commission, anggota
CFR, Club of Rome, dan Committee of 300. Ia merupakan keturunan Polish Black
Nobility (Old World Order) dan kolega Henry Kissinger. Dalam bukunya yang
berjudul “Technotronic Era” (1970), Brzezinski meramalkan kedatangan
jaringan kendali (control-grid) diktatoris di bawah para globalis:
“Mungkin akan segara terlaksana
pengendalian atas semua warga negara secara terus-menerus dan pemeliharaan
file-file agar tetap up-to-date, yang mengandung data paling pribadi tentang
kesehatan dan perilaku semua warga di samping data lain yang lebih umum.
File-file ini akan menjadi sarana pencarian informasi oleh para penguasa.
Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-orang yang mengendalikan
informasi. Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh
institusi-institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah mengidentifikasi
krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program untuk mengatasinya. Ini,
setelah beberapa dekade berikutnya, akan mendorong kecenderungan menuju
Technotronic Era, sebuah Kediktatoran yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk
prosedur-prosedur politik yang kita kenal. Akhirnya, jika melihat pada akhir
abad ini, kemungkinan penggunaan mindcontrol biokimia serta rekayasa genetik
pada manusia, termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti
manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
Buku berjudul “The Technotronic
Era” itu dipesan oleh Club of Rome. Buku itu merupakan pengumuman terbuka
tentang cara dan metode yang digunakan untuk mengendalikan Amerika Serikat di
masa mendatang… Brzezinski, saat berbicara untuk Committee of 300, mengatakan
bahwa Amerika Serikat sedang bergerak ‘menuju sebuah era yang berbeda dari
pendahulunya; kita sedang bergerak menuju ‘technotronic era’ yang dapat dengan
mudah menjadi sebuah kediktatoran…’ Brzezinski selanjutnya mengatakan bahwa
masyarakat kita ‘sekarang berada dalam revolusi informasi yang berlandaskan
pada fokus hiburan, tontonan (pemberitaan peritiwa-peristiwa hiburan melalui
televisi) yang menjadi racun bagi orang banyak yang tak memiliki tujuan.’
Apakah Brzezinski merupakan seorang peramal? Apakah ia bisa melihat masa depan?
Jawabannya TIDAK; apa yang ia tulis dalam bukunya disalin dari blueprint milik
Committee of 300 yang diserahkan ke Club of Rome untuk dilaksanakan.” – John
Coleman, “Conspirators Hierarchy: The Story of the Committee of 300”
Brzezinski juga menjabat sebagai
penasehat CSIS, lembaga think tank yang didirikan oleh dua tokoh militer
Orde Baru, Ali Murtopo dan Soedjono Hoemardani dan memperoleh pengaruh kuat
selama masa Presiden Soherto.
lihat link :
http://csis.org/expert/zbigniew-brzezinski
Tentang sejarah CSIS, silahkan klik
link ini :
http://tikusmerah.com/?p=1204&wpmp_tp=3&wpmp_switcher=desktop
Agenda Politik Trilateral Commission
TC jelas memiliki agenda
politik-ekonomi, yang secara pokok dibagi dalam dua poin di bawah ini :
1.World
Management
Dalam bukunya yang berjudul
“Technotronic Era” (1970), Brzezinski meramalkan kedatangan jaringan kendali
(control-grid) diktatoris di bawah para globalis: “Mungkin akan segara
terlaksana pengendalian atas semua warga negara secara terus-menerus dan
pemeliharaan file-file agar tetap up-to-date, yang mengandung data paling
pribadi tentang kesehatan dan perilaku semua warga di samping data lain yang lebih
umum. File-file ini akan menjadi sarana pencarian informasi oleh para penguasa.
Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-orang yang mengendalikan
informasi. Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh
institusi-institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah mengidentifikasi
krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program untuk mengatasinya. Ini,
setelah beberapa dekade berikutnya, akan mendorong kecenderungan menuju
Technotronic Era, sebuah Kediktatoran yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk
prosedur-prosedur politik yang kita kenal. Akhirnya, jika melihat pada akhir
abad ini, kemungkinan penggunaan mindcontrol biokimia serta rekayasa genetik
pada manusia, termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti
manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
2.Controlling World Assets
Tujuan ini dibagi ke dalam tiga poin
:
- Rakyat, Pemerintahan, dan ekonomi seluruh bangsa harus melayani kebutuhan bank dan korporasi multinasional. Ditegaskan oleh Zbigniew Brzezinski dalam bukunya Technotronic Era
- Kontrol atas sumber daya ekonomi sebagai mantra kekuatan dalam politik moderen.
Tentu saja, setiap warga negara harus
diarahkan/dididik/digiring untuk selalu percaya bahwa demokrasi Barat itu ada,
kesetaraan itu ada, betatapun kondisi ketidaksetaraan ekonomi terlihat.
- Para Pimpinan demokrasi kapitalis, sistem dimana kendali ekonomi dan profit, sekaligus kekuasaan politik, harus bertahan dan bergerak maju melawan sistem demokrasi yang sejati.
(Sumber : Holly Sklar, ibid, hal. 5).
Singkatnya, trilateralisme adalah
usaha para elit berkuasa untuk merekayasa ketergantungan dan demokrasi, di
dalam negeri (Amerika) maupun di luar negeri.
Silahkan renungi, setiap kali
Amerika dan kawan-kawanya mengatakan “demokrasi” maka maksud tersirat dari kata
tersebut yaitu : “Ketundukkan pada pengaruh/kepentingan Amerika.” Bukan
demokrasi dalam arti partisipasi rakyat dalam ranah politik.
Sejak tragedy WTC 2001, Amerika
jelas akan mempromosikan “demokrasi” (ketundukkan pada Amerika) dan akan
memposisikan siapapun sebagai musuh yang menentang demokrasi versi Washington.
Silahkan baca-baca National Security Strategy.
Mengabadikan America-Centered
Transnational Hegemony
Era Soeharto :
Sejak era Soeharto, setiap yang akan
menjadi RI-1, selalu harus mendapat restu internasional, terutama Amerika.
Soeharto dengan Mafia Berkeley
(Frans Seda, Ali Said, Widjojo, dll) membuka lebar-lebar kuku besi Washington
di NKRI. Freeport, Caltex, dll memulai perkawinan Indonesia dengan liberalisme.
Lembaga think-tank yang berpengaruh
di era itu adalah CSIS, yang dikomandoi Ali Murtopo. Kader-kader CSIS sekarang
: Sofyan Wanandi, Jacob Soetoyo.
Kelompok CSIS ini juga dekat dengan
Riady Family, (Lippo grup). James Riady pernah muncul sebagai salah satu tim
sukses Clinton.
Ironisnya, Soeharto pun digulingkan
oleh induk semang yang dulu mengangkatnya. Lagi, Sofyan Wanandi kali ini
berperan dalam posisi yang berbeda : menggulingkan Soeharto melalui krisis
ekonomi.
Peran IMF dalam krisis ekonomi ini
telah diakui oleh mantan Direktur IMF waktu itu Micahel Camdessus. Dalam
wawancara “perpisahan” sebelum pensiun dengan The New York Times, Camdessus
yang bekas tentara Prancis ini mengakui IMF berada di balik krisis ekonomi yang
melanda Indonesia. “Kami menciptakan kondisi krisis yang memaksa Presiden
Soeharto turun,” ujarnya.[i]
Soeharto jatuh karena IMF. Pendapat
ini antara lain dikemukakan Prof. Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto dan
ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari Amerika
Serikat.
Menurut ahli ekonomi dari John
Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang menciptakan krisis
untuk mendorong kejatuhan Soeharto.
Jika pernyataan Camdessus dan Hanke
diatas dihubungkan dengan ancaman Sofyan Wanandi yang telah saya singgung di
awal, ini menunjukkan adanya benang merah antara Sofyan Wanandi - IMF - Krisis
Moneter 1998.
Artikel Majalah TIME, 3 Nov 1997
yang mengungkap peran spekulan binaan Soros dalam menciptakan krisis moneter di
Thailand (termasuk Indonesia)
Sebuah artikel majalah TIME 3
November 1997 yang berjudul “How To Kill A Tiger, Speculators Tell The Story
Of Their Attack Against The Baht, The Opening Act Of An Ongoing Drama,”
disusun oleh Eugene Linden secara mencengangkan menuturkan pengakuan pada
spekulan dalam mengacak-ngacak mata uang baht dan menciptakan krisis
moneter di Asia Tenggara.[ii]
Pengakuan para spekulan itu sangat
brutal : “Kami seperti serigala di atas bukit melihat ke bawah pada sekawanan
rusa,” kata salah satu spekulan mata uang yang membantu memicu devaluasi yang
mengarah pada kejatuhan di pasar saham yang menyapu dunia minggu lalu (akhir
Oktober 1997 – pen). Akhir 1996, delapan bulan sebelum Thailand akhirnya
menyerah dan mendevaluasi baht, sekelompok “serigala” telah berkeliaran.
Mereka melihat perekonomian Thailand bukan sebagai salah satu harimau Asia,
tapi lebih seperti mangsa yang terluka. Setiap pemangsa mulai merencanakan
serangan. “Dengan memusnahkan mereka yang lemah dan sakit, kami membantu
menjaga kesehatan kawanan,” kata spekulan itu. Dan pemusnahan pun mereka lakukan.
Melalui wawancara dengan anggota “serigala” ini, majalah TIME telah
merekonstruksi kisah tentang bagaimana para spekulan melahap mata uang Thailand
dan menggerakkan krisis yang sedang berlangsung serta menyebabkan trauma
keuangan di seluruh dunia.
Di era Reformasi, terjadi pergulatan
antara kelompok yang menginginkan keberlanjutan liberalisasi Indonesia melalui
reformasi vs kelompok yang tetap pada pemahaman lama : Indonesia harus bersih
dari asing. Dari sinilah muncul konflik-konflik dan pertarungan politik sebelum
Sidang Istimewa MPRS yang berhasil mendudukkan Habiebie sebagai Presiden ke-3.
Pihak pro Liberal tentu tidak
senang, makanya Sofyan Wanandi mengancam akan menaikkan nilai dollar jika
Habiebie jadi Presiden.
Era Habiebie :
Pada era yang singkat inilah
sebenarnya nilai dollar kembali berhasil diturunkan hingga level Rp. 5000/1
dollar. Tapi tidak ada satu pun media yang mengangkat dan mengapresiasi langkah
pemerintah.
Sekaligus ini membantah logika kaum
liberalis bahwa sosok Habiebie tidak ramah pasar.
Di era ini sempat muncul Adi Sasono
yang mengusung PER (Pos Ekonomi Rakyat) yang berusaha membantu dan mengangkat
ekonomi rakyat kecil dengan bantuan modal dan bimbingan konseling.
Tapi saying, lagi-lagi kaum
liberalis berulah. Mereka, dengan dukungan media massa, menggelembungkan opini
dan citra jika Adi Sasono “anti Cina”. Padahal Adi telah keras membantah jika
dia rasis dan anti satu kelompok.
Dia hanya ingin ekonomi masyarakat
kecil yang jumlahnya mayoritas, tapi minoritas secara kualitas itu bisa maju.
Apa itu salah?
Era Mega dan Gus Dur :
Di era reformasi, ada beberapa tokoh
nasional yang ditawari bantuan dan datang ke Amerika, diantaranya adalah :
Amien Rais dan Megawati. Keduanya sama-sama membantah soal tersebut ketika
dikonfrontir oleh Metro TV.
Pada era Megawati, jual-jualan asset
negara dimulai. Satelindo dll. Orang yang berperan dalam jual-jualan itu adalah
Laksamana Soekardi.
Ada tokoh mafia Berkeley yang
berperan penting di era Mega : Boediono (sekarang Wapres).
Era SBY :
Sebenarnya SBY tetap presiden yang
mendapat restu Washington. Tapi diakhir jabatannya ini ada beberapa hal positif
yang bisa kita lihat :
- Keberhasilan uji materil UU Migas yang mengatur bagi hasil dan hak mayoritas pengelolaan. Aksi ini dilakukan pakar hukum, Prof. Yusril Ihza Mahendra dan diluluskan oleh Mahkamah Konstitusi.
- Ditetapkannya regulasi baru yang melarang ekspor bahan mentah. Sikap ini jelas membuat gerah para investor asing di Indonesia, terutama Amerika (Freeport) dan Jepang. Mereka menolak membangun smelter di Indonesia, Jepang bahkan mengadukan tindakan Indonesia kepada WTO.
Pasca SBY :
Fihak liberal tentu menginginkan
kepentingannya tetap aman di Indonesia. Karena itu mereka mencari-cari siapa
kira-kira kandidat yang menurut mereka ramah terhadap kepentingan mereka.
Jika pertemuan di rumah Jacob adalah
bagian dari transaksi kepentingan, maka sosok Jacob yang anggota Trilateral
jelas merupakan kepanjangan tangan para trilateralis (Amerika, Eropa, Jepang)
di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hadirnya Dubes AS dan Inggris di
pertemuan Senin malam tersebut.
Jadi , omong kosong jika pertemuan
itu tidak bermuatan politik-ekonomi. Jelas itu dagang kepentingan, kelompok
Trilateral menginginkan amannya pasar mereka di Indonesia. Sementara partai dan
capresnya, ingin memastikan dukungan (politik dan materil) sebagai usaha
mengukuhkan misi jelang Pilpres Juli 2014 nanti.
Lalu sampai kapan kita harus berada
diketiak mereka? Selama masih ada orang-orang yang bermental budak, selama
masih ada orang yang tega menggadaikan kepentingan nasional demi keuntungan
kelompoknya, selama tidak ada keberanian untuk berkata TIDAK, selama itu pula
NKRI tidak akan pernah mencapai kata MERDEKA.
MERDEKA adalah jargon yang selalu diteriak-teriakan Megawati dan
PDIP sejak mereka ditindas Soeharto dulu. Sekarang Mega, Jokowi, dan PDIP
menjadi alat kepentingan 'global', dan tak lain, mereka adalah jaringan Yahudi,
melalui 'Trilateral Commission'. IRONI!
(ahmad sofyan/kmpsn)
Rujukan :
1.
“David Rockefeller”. Trilateral
Commission. Retrieved 14 March 2013. http://www.trilateral.org/go.cfm?do=Page.View&pid=21
2.
Daniel Estulin, The Bilderberg
Group, (Independent Publishers Group, 2005), hal. 138
3.
Majalah TIME, No. 18 Vol. 150, 3
November1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar