Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berbincang dengan pedagang makanan usai
meresmikan Food Court Pasar Blok G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin
(14/4/2014). Sebanyak 103 pedagang membuka usahanya untuk melayani pengunjung
pasar yang didanai oleh beberapa bank di Jakarta. (Warta Kota/Angga Bhagya
Nugraha)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendukung fanatik calon presiden dari
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo di dunia maya dinilai
menggiring opini publik yang bertujuan agar Jokowi tidak pernah salah di mata
publik.
Pendukung
fanatik Jokowi yang kemudian menimbulkan istilah baru yakni pasukan nasi
bungkus (panasbung), dinilai Emrus Sihombing tidak
mengedepankan aspek moral dalam berpolitik. Pakar komunikasi politik dari
Universitas Pelita Harapan (UPH) itu mengatakan adanya akun bayaran pendukung
Jokowi di media sosial sebagai bentuk penggiringan opini publik untuk tujuan
tertentu.
"Kalau
memang akun-akun di media sosial seperti di twitter itu dikendalikan, berarti
ada maksud tertentu menggiring opini publik. Harusnya ketika berpolitik, tidak
boleh lepas dari moral. Seharusnya dalam memperoleh kekuasaan itu netral, tidak
ada penggiringan," ujar Emrus usai acara diskusi di hotel Grand Alia,
Minggu (27/4/2014).
"Satu
orang membawahi banyak akun di media sosial, itu sama saja dengan kebohongan
publik. Sepertinya banyak orang yang berkomentar, padahal hanya dikendalikan
satu orang supaya terbentuk opini," lanjutnya.
Direktur
Lembaga Emrus Corner itu memaparkan penggiringan opini publik yang dilakukan
akun bayaran pendukung Jokowi tak jauh beda dengan money politics. Apalagi
setelah beredar informasi, akun yang biasa berkomentar untuk mendukung Jokowi
dan menjelek-jelekkan capres lain itu ternyata menerima gaji.
"Apalagi
seperti itu (pendukungnya menerima gaji). Itu tidak jauh beda dengan
menghalalkan money politics. Seharusnya gerakan masyarakat itu natural, tidak
ada penggiringan," tuturnya.
"Ini
sama saja dengan politik mobilisasi Hitler. Bedanya, mobilisasi Hitler saat itu
dilakukan dengan ancaman. Pergerakan lewat media sosial seperti itu (akun
bayaran), menghalalkan money politics," imbuhnya.
Sebelumnya,
beredar kabar tim pendukung Jokowi membentuk semacam jaringan udara yang
bergerak melalui jaringan internet. Mereka masuk melalui media sosial seperti
Facebook dan Twitter serta banyak media massa online.
Bahkan,
kabarnya mereka menarik banyak orang untuk dilibatkan dalam serangan udara
tersebut. Sebagian besar dibayar sekitar Rp500 ribu hingga Rp1 juta per kepala
hanya untuk membuat ramai dunia maya dengan isu-isu soal Jokowi.
"Kebanyakan
itu penjaga toko, penjaga gerai telepon seluler, ada juga yang tukang
becak," ujar salah seorang sumber saat berbincang dengan Tribunnews.
Sumber : tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar