Normalisasi Waduk Pluit dapat
dipastikan adalah sebuah proyek dadakan dari Jokowi, sebab proyek ini muncul
tiba-tiba setelah banjir besar di Jakarta pada bulan Desember 2012 sampai
Januari 2013 di mana Jakarta Utara yang terletak Waduk Pluit merasakan dampak
yang paling parah antara lain karena Waduk Pluit gagal menerima limpahan air
Tanggul Latuharhary yang jebol. Saat itu daerah sekitar Waduk Pluit benar-benar
bergabung dengan lautan karena ketinggian air mencapai lantai dua rumah.
Kebetulan atau tidak tapi rumah Ahok di perumahan Pantai Mutiara yang merupakan
tetangga Waduk Pluit juga terkena dampak banjir 2012-2013 tersebut.
Selepas banjir, Jokowi dan Ahok,
terutama Ahok mulai melancarkan jihad melawan para penghuni liar di sekitar
Waduk Pluit, dan walaupun PBHI dan Komnas HAM mencoba melakukan intervensi dan
membela warga liar namun Pemprov berhasil menggusur seluruh penghuni liar di
sisi Selatan Waduk Pluit yang menghadap mal Pluit Village alias Mega Mall.
Adapun sisi bagian Utara untuk sementara dibiarkan dengan alasan menunggu
selesainya pembangunan berbagai rumah susun sebagai tempat tinggal baru para
penghuni liar Waduk Pluit yang sudah digusur.
Menurut saya apa yang terjadi sejauh
ini sudah tepat walaupun penggusuran sempat diwarnai dengan debat kusir Ahok
melawan PBHI dan Komnas HAM di media massa dan diakhiri dengan penghianatan
Jokowi terhadap Ahok dengan menghadap Komnas HAM dan PBHI walaupun Ahok sudah
menyatakan menolak menghadiri undangan kedua lembaga tersebut. Wajar sih,
karena Jokowi mau nyapres, dan dia akan susah nyapres bila terlanjur terlekat
stigma "pelanggar HAM" yang dampaknya sama bila seseorang distigmakan
sebagai "komunisto phobi" di era Orde Lama atau "komunis"
di era Orde Baru atau "anti HAM dan Demokrasi" di era reformasi.
Keanehan pada proyek normalisasi Waduk
Pluit mulai muncul ketika terungkap fakta bahwa donasi-donasi swasta kepada
Pemprov DKI yang disebut CSR berupa barang-barang untuk para penghuni Waduk
Pluit yang tergusur ternyata dikelola sepenuhnya oleh CDT31, sebuah lembaga
think-tank alias lembaga pencitraan milik Ahok yang dikenal sebagai Ahok
Center. Alasan Ahok waktu itu karena dia tidak percaya para pegawai Pemprov
DKI, sebuah alasan yang mengada-ngada. Bila Ahok tidak percaya bawahannya
adalah bukan alasan untuk melakukan pelanggaran hukum dengan mengelola CSR perusahaan
swasta yang dihibahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang mana hanya kebetulan
saja Ahok adalah wakil gubernurnya, apalagi pengelola adalah grup pencitraan
milik Ahok sendiri.
Selain itu dari luar tampak tidak ada
masalah dengan proses normalisasi Waduk Pluit, daerah yang sudah bersih dari
penghuni liar mulai dibangun taman dan saat itu saya berasumsi tentu wilayah
air Waduk Pluit juga pada saat bersamaan dikeruk dan dibersihkan dari sampah
yang membuatnya dangkal. Di sinilah keanehan mulai dilakukan Jokowi dan tim
pencitraannya, dia mulai keliling Indonesia, termasuk ketika ke Universitas
Indonesia dan acara pembukaan Bank DKI di Sumatera dan memamerkan foto Taman
Waduk Pluit yang memang sekilas sangat indah, sehingga saat itu tercipta kesan
atau citra bahwa Jokowi berhasil menormalisasi Waduk Pluit dalam waktu yang
sangat singkat. Tentu saja hal ini adalah sebuah penyesatan sebab pembangunan
taman yang indah di sisi Waduk Pluit sama sekali tidak berdampak sedikitpun
pada normalisasi Waduk Pluit yang sudah mendangkal karena lama tidak diurus.
Akan tetapi hal tersebut tidak menghentikan Jokowi dan tim suksesnya untuk
menggunakan Taman Waduk Pluit sebagai "cerita sukses" Jokowi di
Jakarta dalam waktu singkat.
Apakah pembuatan Taman Waduk Pluit
pantas dipuji? Sama sekali tidak, bila hanya taman gubernur-gubernur Jakarta
sebelumnya juga pernah membuat taman seperti taman Ayodya sampai taman Situ
Lembang. Khusus di daerah dekat Waduk Pluit seorang Foke bahkan membangun Taman
Hutan Kota Penjaringan yang lebih indah dan lebih luas dari Taman Waduk Pluit.
Kalau cuma taman, apa istimewanya? Apa dampaknya bagi normalisasi Waduk Pluit?
Terbukti pada saat Jokowi sedang asik-asiknya memamerkan foto pembangunan Taman
Waduk Pluit ternyata ditemukan fakta proses normalisasi Waduk Pluitnya sendiri
berjalan lambat bila tidak mau disebut mandek, sebab dari wilayah Waduk Pluit
seluas 80 meter ternyata wilayah air yang dikerjakan hanya 20 meter atau sampai
sekarang masih ada 60 meter yang belum dikerjakan; dari wilayah 20 meter itu
pengerukan hanya berhasil dilakukan pada kedalaman 1 sampai 2 meter dari total
10 meter. Namun tentu saja kalau hanya untuk pencitraan melalui foto bahwa
Jokowi telah mengeruk dan menormalisasi Waduk Pluit pengerukan selama ini sudah
cukup atau sudah bisa menghasilkan foto tersebut, tetapi bila berbicara proyek
normalisasi Waduk Pluit yang sesungguhnya tentu saja sama sekali gagal total.
Mengapa Jokowi keliling Indonesia
dengan memamerkan foto Taman Waduk Pluit yang sedang dibangun, bahkan pada satu
kesempatan pameran itu dilakukan di Universitas Indonesia bersama Megawati?
Lagi-lagi jawabannya adalah tanggal 12 Maret 2014, sebab Jokowi mengejar waktu
untuk melakukan pencitraan atau kampanye tersembunyi untuk mencapreskan dirinya
pada tahun 2014.
Kesimpulan: Normalisasi Waduk Pluit
adalah proyek pencitraan busuk Jokowi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar