“Awalnya tanggal 22 Januari 2013 Kartika
mengaku sebagai Muhammadiyah. Saya kira dia Muslimah, karena tahun lalu dia
merilis album Ramadhan ini. Dengan berbaju seperti itu (pakaian muslimah
lengkap dengan kerudung), saya tak perlu lagi tanya agama dia dong. Saya
punya kantor CDCC (Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations),
dimana sering kumpul tokoh beda agama yang mana agama mereka jelas, pakaiannya
jelas dan tidak ada tipu menipu identitas,” ungkap Mustofa B. Nahrawardaya,
kepada voa-islam.com, Senin (28/1/2013).
“Tapi
tidak disadari oleh Kartika, pada sebuah twit dengan saya, dia mengaku
Katolik. Dia mengaku Katolik, ketika saya dengan sengaja mengajak dia untuk
shalat Maghrib dulu, karena adzan Maghrib sudah terdengar. Maksud saya, ketika
adzan sudah didengar, mari kita hentikan semua aktifitas, termasuk ngetwit,”
jelas pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah ini.
******
Jokowi
Advanced Social Media Volunteers (JASMEV2014), adalah transformasi gerakan
sebelumnya yang telah sukses menghantarkan Jokowi dan Ahok menjadi penguasa
Jakarta Raya. JASMEV2014 adalah sebuah next step untuk target berikutnya yakni
Jokowi for President.
Apa
gerakan ini terkendali dan teratur sesuai dengan klaim dari Kartika Djoemadi
sang inisiator dari pembentukan JASMEV2014?
Mengelola
ribuan relawan yang militan dan tidak memiliki rule of the game dan code of
conduct terkait aktifitas cybernya membuat beberapa pertanyaan menjadi patut
untuk disodorkan, misalnya;
- Bagaimana Kartika mengelola isu-isu seputar Jokowi, misalnya per hari ini belum ada satupun agenda Jokowi jika terlantik menjadi presiden untuk lima tahun ke depan?
- Bagaimana Kartika menghindari spamming dan bulliying yang bisa ke berbagai arah, meskipun tidak dipungkiri Jokowi di bully dan relawan melakukan hal yang serupa kepada capres lainnya?
- Bagaimana Kartika mengelola operasional harian, misalnya well,…let say untuk makan siang? Apa dikirim oleh kurir dari rumah makan Sederhana atau mbok Berek? Atau relawan dengan kerelaannya membawa sendiri makan dari rumah di dalam tupperware masing-masing?
Untuk
menjalankan JASMEV2014, Kartika Djoemadi merangkul agensi media sosial Arwuda
Indonesia. Mereka bekerja sama untuk menjadikan konsep ini lebih mempopulerkan
visi dan misi yang ditawarkan Jokowi-Ahok lewat dunia maya. “Fungsi media
sosial harus dimanfaatkan baik, bukan hanya untuk kampanye negatif yang isinya
mengejek atau memfitnah,” ujar Sony Subrata dari Arwuda Indonesia.
Statemen
Sony bisa diarahkan kepada cyber army dari capres lain atau juga karena melihat
fenomena keluhan dari kompetitor Jokowi. Fitnah dan hoax adalah sebuah racun
dari semak belukar dan rimba raya dunia digital world wide web. Apalagi jika
dicampur aduk dengan sedikit fakta dan ribuan opini fiksi, akan menjelma
menjadi hal lebih menakutkan dari serangan virus mematikan.
Yang
perlu dilihat lebih mendalam sebenarnya adalah latar belakang dari Kartika
Djoemadi atau dengan nama lengkap Dyah Kartika Rini Djoemadi yang menggelari
dirinya Spin Doctor ketimbang meributkan puisi melankolik dari Fadli Zon yang
juga tendensius.
Kebohongan
(baca prolog di atas) yang luar biasa ini menimbulkan banyak penilaian kepada
Kartika Djoemadi, untuk sebuah keyakinan dia mau berbohong dan menghalalkan
segala cara, bisa dimungkinkan dengan memiliki tongkat komando yang
sentralistis wanita ini bisa saja mengarahkan persepsi dari ribuan relawannya (memiliki akun)
untuk melakukan pembohongan secara massive dan sistemik. Sangat
memungkinkan cyber war dan twit war yang terjadi (bahkan) di
Kompasiana adalah efek dari pembohongan secara massive oleh tim dari Kartika.
Ribuan akun ini pun bisa jadi berfungsi sebagai akun buzzer alias tukang
bengak-bengok untuk melakuan attacking opinion dan pencitraan. Opini
yang disusun bahkan bisa dalam bentuk 100% cheat dan fake.
Penulis
perhari ini masih tersenyum, apa sih yang jelas dari prestasi Jokowi di DKI
Jakarta selain blusukan dan masuk gorong-gorong kota. Namun opini yang berhasil
diciptakan oleh tim tersebut adalah Jokowi sebagai simbol perbaikan bangsa. What!
Kartika
Djoemadi betul-betul makhluk digital dalam konteks yang tidak positif, selain cyber
war dengan Marrisa Haque terkait pengakuannya wanita ini terkait gelar PhD
yang kemudian dibantah oleh universitasnya, wanita ini hanya lulusan strata 1
dari fakultas Universitas Gunadharma. Kebohongan adalah ibu dari segala
kejahatan. Simpulkan tentang orang nomer satu di tim relawan Jokowi yang
berbohong tentang keyakinan dirinya untuk jualan suara sebagai penyanyi.
*****
JASMEV2014
adalah the real thing dan Kartika Djoemadi adalah the real person,
tidak ada HOAX dan tokoh dan gerakan yang fiktif terkait pemenangan Jokowi
sebagai capres. Adapun gelar pasukan nasi bungkus oleh beberapa pihak termasuk
Fadli Zon adalah hal yang bisa jadi sebuah realita yang berusaha kita sangkal
dan upayakan menjadi sebuah lelucon digital. Dengan konsep nirlaba dan
militansi, Kartika Djoemadi tentu saja memahami bahwa diperlukan sejumlah
karbohidrat yang mencukupi manusia untuk menggerakan anggota tubuhnya saat
bekerja dengan perangkal digital. Dan itu bisa jadi sebuah nasi bungkus lengkap
dengan lauknya.
Salam
Anti Nasi Bungkus Basi!
Sumber : Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar