by Ronin Samurai
Setelah kesuksesan politik pencitraan ala SBY sepuluh tahun lalu, kini muncul politik pencitraan gaya baru. Kali ini melibatkan dukungan masif semua media baik cetak, elektronik, online, maupun sosial.
Adalah jokowi yang
digadang-gadang untuk jadi presiden dan diblow-up habis-habisan oleh
media-media mainstream. Dukungan secara masif itu bisa dibilang tidak wajar
karena jokowi yang adalah seorang muslim justru tidak “laku” di media Islam
seperti voa-islam, arrahmah, suara-islam, dll. Bukankah kalau seorang muslim
sangat luar biasa dalam memimpin, maka media-media muslim justru akan ikut
memberitakannya dengan bombastis? Tapi bukannya diberitakan secara bombastis,
jokowi justru diberitakan secara negatif di media-media muslim tersebut.
Keanehan ini ditambah
dengan adanya informasi bahwa kebanyakan media mainstream terindikasi dibayar
untuk pencitraan jokowi. Menurut informasi, media-media tersebut adalah:
1. First Media Grup (beritasatu1.TV beritasatu .com, suara
pembaruan, Jakarta Globe, Suara Pembaruan, The Straits Times, Majalah Investor,
Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Student Globe, Kemang Buzz, Campus Life,
Termasuk Beritasatu FM. First Media Grup adalah milik James Riady (Lippo Grup),
konglomerat yang bersahabat baik dgn Bill Clinton dan terlibat Lippo Gate yg
terjadi di AS, ketika James Riady cs tertangkap memberikan dana politik illegal
jutaan dollar kepada timses capres Demokrat Bill Clinton untuk pemenangan
Clinton pada pemilihan Presiden AS. Uang sumbangan James Riady cs itu kemudian
terbukti berasal dari China Global Resources Ltd, sebuah perusahaan kedok milik
China Military Intelligence (CMI).
2. Media lain yang dikontrak mahal untuk pencitraan palsu
Jokowi adalah Detik Grup. Ngakunya milik Chairul Tanjung alias CT, tapi
sebenarnya milik Salim Grup. Detik.com Setiap hari, detikcom memuat berita
tentang pencitraan palsu Jokowi puluhan bahkan kadang lebih 100 berita. Chairul
Tanjung hanya dipinjam nama dan bertindak untuk dan atas kepentingan Antony
Salim (Salim Grup).
3. Kompas /Gramedia Grup memang tidak segila detikcom siarkan
Jokowi, tapi tetap punya KANAL BERITA KHUSUS untuk mempromosikan Jokowi dan
Ahok. Diprediksi menjelang masa pilpres 2014, Kompas dan Gramedia Grup akan
habis – habisan mendukung Jokowi – Ahok karena sejalan dengan misi medianya,
pelemahan Islam di Indonesia.
4. Jawa Pos Grup. Tidak melibatkan semua media milik Dahlan
Iskan yang jumlahnya 185 TV, Koran, Online media, dll itu. Sekitar 40% JawaPos
Grup dikontrak. Namun, dipastikan jika Dahlan Iskan mau sebagai capres, Jawa
Pos Grup tidak akan terlalu mendukung Jokowi kecuali mendapat permintaan khusus
dari Chairul Tandjung, tokoh yang merekomendasikan Dahlan Iskan ke Presiden SBY
untuk ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun 2011 lalu.
5. Yang paling gencar jilat Jokowi adalah Koran Rakyat Merdeka.
Ada saja berita (palsu) istimewa tentang Jokowi. Kontraknya puluhan Milyar.
6. Tempo (majalah dan Online) adalah media pelopor yg orbitkan
Jokowi dengan penghargaan “10 Tokoh Terbaik (penghargaan abal-abal), hanya
karena bisa pindahkan Pedagang Kaki Lima (PKL), itu pun dilakukan setelah
hampir setahun bolak balik mengunjungi dan mengundang PKL makan bersama. Fakta
terakhir, PKL Solo kembali ke lokasi awal sebelum pindah karena di tempat baru
dagangan mereka tidak laku.
7. Tribunnews Grup (Bosowa dan Kompas) juga dikontrak untuk
pencitraan palsu Jokowi. Demikian juga Fajar Grup (Alwi Hamu / Dahlan Iskan).
Alwi Hamu juga merupakan patner bisnis Dahlan Iskan di media dan PLTU Embalut,
Kaltim yang sarat korupsi itu.
8. Metro TV, tidak tahu sekarang dibayar berapa untuk kontrak
pencitraan palsu Jokowi sampai 2014. Tapi saat Pilkada DKI puluhan Milyar.
Sejak dapat bisnis iklan dari Konglomerat – konglomerat pendukung Jokowi, Metro
TV jadi corong nomor satu Jokowi, disamping jadi corong kampanye dan pencitraan
Dahlan Iskan yang memberikan kontrak iklan luar biasa besar dari BUMN – BUMN
kepada Metro TV.
9. SCTV grup. Pemiliknya Edi dan Popo Sariatmadja malah menjadi
cukong utama. Koordinator media pencitraan Jokowi, membantu James Riady.
Dukungan promosi dan kampanye yang diberikan untuk Jokowi gratis alias tanpa
bayaran, meski diduga sebenarnya sudah mendapatkan imbalan dari dana pemenangan
Jokowi yang telah terkumpul puluhan triliun dari sumbangan para konglomerat
hitam Indonesia.
10. Media raksasa lain seperti Vivanews grup (TV One, ANTV,
Vivanewscom dll) milik Bakrie meski kontrak dgn Cukong Jokowi tapi porsinya
kurang dari 30%, dan masih melihat perkembangan situasi dan kondisi politik
nasional mengingat Aburizal Bakrie masih berstatus Ketum Golkar dan kandidat
capres.
11. Selain media cetak, televisi mainstream, sosial media
seperti twitter, facebook, kaskus dll juga dikontrak khusus. Lihat saja di
sini. Bahkan di twitter juga mulai ada akun relawan yang berusaha menjelaskan
dengan kata-kata manis mengenai tingkah-polahnya yang anomali pada tiap akun
yang berkomentar negatif. Rumornya ia memiliki buzzer sebanyak 1500-2000an yang
mengelola lebih dari 10.000 akun sosial media . Buzzer adalah semacam pasukan
bayaran online, yang siap menjaga reputasinya di internet dengan cara menyusup
di berbagai forum dan kolom komentar untuk mendongkrak citranya. Para buzzer
bayaran ini akan berkomentar positif tentangnya dan menyerang habis-habisan
mereka yang tidak melihatnya sebagai “dewa”. Dulu waktu pilkada DKI, selain
orang-orang yang permanen kelola akun untuk pencitraan Jokowi, dibentuk juga
Tim Jasmev. Puluhan Milyar biayanya. Lihat gambar yang sempat diambil saat
pemilukada DKI lalu ini:
Banyak akun palsu pembela
Jokowi di sosial media. Untuk mendeteksi akun pembela Jokowi palsu tidak sulit.
Salah satunya, banyak hal yang disampaikan sangat tidak masuk akal.
Begitu disampaikan
Praktisi Teknologi Informasi, Chafiz Anwar, ketika dihubungi wartawan, Jumat
(1/11/2013).
Chafiz mengatakan
ciri-ciri akun palsu yang digunakan, segi jumlah komentar melalui media sosial
yang serentak menyerang ataupun membela Jokowi. Padahal, hal itu tidak mungkin
dilakukan pemilik akun asli secara bersamaan.
“Tidak mungkin komentar
ribuan sekaligus dilakukan oleh pemilik akun asli,” katanya.
Ciri lainnya yang juga
mudah dianalisa, menurut Chafiz, adalah dengan membandingkan jumlah pembaca dan
jumlah komentarnya. Untuk masalah Jokowi misalnya jika ada yang mengkritiknya
di sebuah media online dan kemudian langsung ada serangan dari ribuan orang
seperti itu pernah dialami terakhir oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat,
Nurhayati Assegaf dan itu bisa ditegaskan kepalsuannya.
“Coba saja bayangkan
berita yang mengkritik di sebuah media online itu. Baru beberapa saat tayang
langsung yang komentar ribuan, itu sangat tidak mungkin. Kalau bukan sebuah tim
yang mengerjakannya yang bisa saja terdiri dari puluhan orang,” tambahnya.
Yang paling mungkin kata
dia lagi, yang baca satu orang tapi orang ini memegang ratusan akun. Hal ini
bisa dilihat jelas dari komentar-komentar pendukung Jokowi.
Ciri lainnya yang juga
bisa diliat adalah ketidakjelasan identitas para pemain akun ini. Biasanya
mereka kata Chafiz, menggunakan nama-nama palsu dan foto-foto palsu atau
menggunakan gambar kartun.
“Yah satu orang kan gak
mungkin punya 10 akun dengan nama sama dan foto yang sama.Sementara dari mereka
satu orang minimal bisa memiliki 100 akun,” kata Chafiz.
Mereka jelasnya lagi
menggunakan mesin pendeteksi dengan keyword-keyword tertentu.
“Misalnya kalimat Jokowi
belum pantas jadi presiden. Mesin mereka ini berjalan seperti halnya mesin
pencari google,begitu mesin mendeteksi ada kalimat atau kata tertentu yang
dimasukkan,mereka akan bergerak cepat dan membalas kalimat-kalimat tersebut,”
tegasnya.
Terakhir dirinya
mengingatkan masyarakat untuk tidak terpancing dengan settingan provokasi
maupun ajakan yang mereka mainkan,karena itulah tujuan mereka. Masyarakat
jangan sampai terperdaya oleh provokasi mesin yang mereka mainkan.
“Pilih saja dengan cerdas
dengan menelusuri rekam jejak para kandidat calon presiden.Jangan percaya
dengan permainan seperti ini,”tandasnya.
Pendapat Amien Rais
Pendapat senada
disampaikan oleh Bapak Reformasi Indonesia Prof. DR. Amien Rais MA. Tokoh
bangsa yang pertama kali mewacanakan suksesi kepemimpinan nasional di tengah
kuatnya rezim Soeharto. “Jadi ketika saya bilang suksesi, saya diketawain.
Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang terbuka,” ujar Amien Rais dalam
wawancara khusus dengan INILAH.COM di kediaman pribadinya di bilangan Gandaria,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (1/10/2013).
Kini, Jokowi menjadi
obyek kritik “Lokomotif Reformasi” ini. Secara lugas Amien mengingatkan publik
agar tidak memilih pemimpin hanya berpijak pada popularitas semata. Terkait
melambungnya nama Jokowi, Amien memiliki pandangan tersendiri. “Jadi secara
sistematik saya melihat memang ada brain trust yang melambungkan Jokowi ke aras
politik bahkan mungkin ke kursi presiden,” sebut Amien.
Selain itu, Amien juga
bicara soal alasan mengapa dirinya mengritik Joko Widodo? Mantan Ketua Umum
Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga bicara soal kriteria presiden 2014 mendatang.
Berikut wawancara lengkapnya:
Apa motif Anda mengkritik
keras Joko Widodo?
Jadi saya sudah lama
berdiam diri. Saya sesungguhnya menunggu ada sebagian intelektual, politisi,
penggiat LSM, kyai, atau siapa saja yang berani memberikan kritik kepada fenomena
Jokowi, yang menurut saya sudah luar biasa. Jadi secara sistematik saya melihat
memang ada brain trust yang melambungkan Jokowi ke aras politik bahkan mungkin
ke kursi presiden.
Padahal, kalau kita lihat
ke belakang, sesungguhnya Jokowi seperti kepala derah yang lain seperti
Walikota Surabaya, Walikota Yogyakarta, atau walikota yang lebih bagus lagi
lebih banyak. Tetapi memang menurut saya ada usaha yang sistematik (untuk
munculkan nama Jokowi), dari mobil Esemka yang pepesan kosong itu, sampai mempopulerkan
Jokowi seorang walikota terbaik dari lima walikota yang ada di muka bumi, maka
saya makin ngeri.
Lalu?
Sebagai orang yang
belajar ilmu sosial, saya sudah menyimpulkan kesimpulan sementara, ada kekuatan
modal yang akan melambungkan Jokowi sehingga kalau sampai keinginan modal besar
ini berhasil, saya takut, saya kasihan Jokowi akan tersandera. Saya tidak
mengatakan presiden boneka, tapi akan menurut kepada yang melambungkan yang
sangat luar biasa itu.
Nah, demokrasi yang jadi
kiblat kita itu, adalah demokrasi jadi-jadian yaitu demokrasi Amerika. Kita
kagum dengan demokrasi Amerika, tapi kalau kita buka ini demokrasi di Amerika
yang menguasai Gedung Putih, Pentagon, Capitol Hill, itu sesungguhnya adalah
kompleks yang dalam istilah politik itu disebut sebagai military, industrial,
congresianal, dan media complex. Jadi korporasi besar itulah yang sejatinya
mendikte George Bush, Bill Clinton, Obama dan presiden-presiden sebelumnya.
Jadi terkenal dengan ungkapan almarhumm Muchtar Lubis, Demokrat dan Republik
itu sama saja.
Satu perompak satu
perampok.
Dalam Konteks Jokowi,
bisa dijelaskan tentang kekuatan besar tersebut?
Hal ini makin terasa,
bahwa kekuatan yang melambungkan Jokowi ke aras tertinggi itu, memang terlalu
kentara. Mereka tidak bisa menahan diri, Sehingga orkestra dengan politik itu
terlalu kentara, dari media massa yang seragam, pengerahan cyber troops, orang
kritik Jokowi di media, nanti ada ratusan yang menghantam tanpa ampun dengan
kata-kata semestinya tidak layak dan elok.
Tapi kalau seperti saya,
anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya hanya ingin menunjukkan hati-hati,
kalau presiden siapapun yang bisa bertengger jadi lurah Indonesia karena dengan
dukungan luar biasa dukungan modal tanpa batas itu, percayalah dia akan menjadi
sandera dari pendukungnya.
Analisa Anda cenderung
konspiratif, apa indikator yang paling kuat?
Jadi seperti cyber troops
itu kan tidak wajar. Prabowo Subianto tidak mengalami seperti itu, SBY juga
tidak ada. Jadi ini ngebet. Karena ngebet ya ketahuan. Saya punya
kecenderungan, sebagai orang kampus yang dididik berfikir ilmiah itu memang
tidak akan mengatakan kalau tidak yakin. Jadi kembalilah dan tengoklah Solo
yang kumuh, miskin, dan gelap. Kemudian dikatakan walikotanya menjadi salah
satu walikota terbaik di muka bumi. Ini konspirasi media massa.
Jadi, ini ada kompleks
dari pemilik modal, pemilik media massa, kekuatan politik di DPR dan di
tengah-tengah massa, sudah kena hypnotisme atau dalam bahasa INILAH.COM “nina
bobo” Jokowi. Tetapi saya tidak ada pamrih kecuali mengingatkan jangan sampai
kita menganggap demokrasi untuk rakyat tapi ternyata milik pemilik modal.
Sekarang sudah terbaca
kan kemana proyek-proyek DKI kemana larinya? mereka kira-kira yang mendukung.
Yang kita takutkan ribuan triliunan kekayaan Indonesia mulai perkebunan,
pertambangan, pertanian kekayaan laut dan lain-lain. Kalau sampai presiden
mendatang itu menjadi tersandera oleh kekuatan modal itu, rakyat hanya akan
jadi pelengkap penderita.
Apakah Anda bisa perjelas
siapa pemilik modal itu apakah dari kelangan ‘hitam’?
Saya tidak akan
mengatakan hitam, cokelat, abu-abu dan lain-lain. Hampir bisa dipastikan, bahwa
pemodal besar itu mesti dihinggapi patologi profit. Jadi siang-malam yang
difikir adalah profit dan profit. Sementara untuk menagguk keuntungan itu
angger-angger atau kaedah moral, kaedah agama, sosial etika, itu sudah
terbenam.
Nah, cuma repotnya, sejak
jaman dulu sampai sekarang untuk memahamkan yang cukup jelas ini kepada rakyat
itu tidak mudah, bahkan kadang-kadang jadi bumerang. Tapi karena saya membaca
sejarah para nabi, tokoh perubahan, memang itu, rakyat selalu mudah untuk
dibelokkan kesana kemari oleh opinion leaders, media massa dan lain-lain.
Bahkan contoh telak dalam
sejarah kuno bagaimana Bani Israel yang tertindak menjadi budak, ketika diajak
salah satu putera terbaiknya yaitu untuk diajak keluar dari cengkeraman Firaun
dari Palestina, malah salah paham, mereka malah marah sama Musa. Musa dikatakan
gila. Persis seperti nabi, apalagi Amien Rais yang tidak sekutu hitamnya nabi
jadi tidak pernah gusar ketika dikatakan tidak paham masalah, bodoh dan
lain-lain.
Selama setahun Jokowi di
Jakarta, ada capaian yang mendapat apresiasi publik seperti blusukan, lelang
jabatan termasuk mengurai kemacetan di Tanah Abang. Apa anda tidak melihat sisi
baik Jokowi?
Tanah Abang sekarang
lancar, itu harus diacungi jempol. Belum banyak sesungguhnya tapi itu cukup
saya catat. Memang mengatasi banjir dan macet tidak cukup dua bulan, jadi butuh
satu periode kepemimpinan gubernur secara utuh. Itu pun kalu tidak ada
guncangan-guncangan yang lain. Artinya, ekonomi stabil, mudah-mudahan bisa.
Terkait dengan satu
periode gubernur utuh, bagaimana dengan dorongan agar Jokowi maju menjadi
Capres?
Ketika pejabat disumpah
demi Allah itu sesungguhnya bukan main-main. Jokowi kan disumpah lima tahun,
lalu di tengah jalan terbengkalai tugasnya, karena mengincar lebih tinggi dan
tergoda apa tidak menyalahi etika dan fatsoen politik.
Kritik Anda ke Jokowi
mendapat perlawanan dari para pendukungnya, apa komentar Anda?
Jadi saya tahu, sebagian
besar rakyat tidak sepaham dengan saya. Tapi ekstremnya, andaikan 250 juta
rakyat mengatakan kita harus ke utara mendukung Jokowi, saya mengatakan pikir
dulu. Kalau saya ke selatan, tapi harus ada yang mengingatkan. Karena seseorang
dielukan itu akhirnya lupa. Kita belum lama toh, dulu Bung Karno kita lupa,
baru beberapa tahun Pak Harto sudah seperti Bung Karno, 7 kali dipilih dengan
aklamasi oleh anggota MPR.
Jadi ketika saya bilang
suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang
terbuka. Spekulasi bahwa saya kritik Jokowi untuk menjodohkan Prabowo-Hatta,
saya ngiri, syirik, itu tidak ada kentang kimpulnya (tidak ada korelasinya).
Jadi saya mengingatkan
bangsa ini, mau mimpin lurah Indonesia, jadi tolong dipikir lebih jernih lagi
masih ada waktu satu tahun untuk tidak menganut grubyug untuk latahisme, saya
peringatkan yang menjadi cyber troops Jokowi itu apa tidak malu pada diri
sendiri, saya sarankan sebelum tidur merenung 1-2 menit, apa yang saya lakukan
betul apa tidak. Menghujat seenaknya dengan kata-kata yang kurang senonoh itu
menurut saya kurang pas, ketika saya ditanya ya itu, anjing menggonggong
kafilah tetap berlalu.
Siapa yang ideal dalam
2014 mendatang?
Saya tidak akan menyebut
nama, cuma syarat. Siapapun yang bisa membawa bangsa ini ke depan dengan
percaya diri, bisa menyuguhkan kedaulatan ekonomi itu yang bisa dipilih. Itu
bisa Jokowi, Prabowo, Hatta Rajasa, Mahfud MD, Dahlan Iskan, Sri Mulyani, Gita
Wirjawan, Hidayat Nur Wahid atau siapapun.
Sehingga saya
sesungguhnya punya impian, bukan kita ingin mencontoh demokrasi liberal yang
brengsek itu, tetapi kalau kita ingat dalam memilih lurah saja, itu lurah tidak
dipilih asal-asalan, milih bupati dan walikota tidak asal-asalan.Karena itu,
sesungguhnya ada semacam gurauan, saat SBY menang, bersama kita bisa. Bisanya
tidak jelas, apakah bisa melindungi alam, menegakkan hukum, meningkatkan Iptek.
Saya pikir pengalaman masa lalu itu mungkin akan menjadi beban para capres itu
untuk berpikir keras. Karena kalau cuma popularitas tidak menjamin.
Apakah bisa dikatakan,
karena hanya modal popularitas SBY di 2004 lalu, maka hasilnya seperti saat
ini?
Jadi kata orang awam itu
kapan proses transisinya demokrasi berhenti, jadi masih up and down terus. Saya
melihat pengalaman dari negara berkembang, dipilih karena menekan rakyatnya
seperti Saddam Husein, Husni Mubarak, Moammar Khadafy, atau di negara-negara
Asia para diktator itu. Tapi juga ada memang populer, Juanita Peron, karena
istrinya Peron, saat pilpres menang mutlak. Tapi gak sampai setahun mundur,
karena tidak ada negarawan.
Ada juga Joseph Estrada,
populer menjadi bintang film tidak sampai setahun harus diganti. Nah Jokowi,
soal blusukannya luar biasa, gak pernah ngantor. Kalau blusukan terus kapan
kerjanya. Memang Ahok ada sebagai wakil, tapi yang megang komando adalah
Gubernur. Mungkin saja, blusukan akan mengalami titik jenuh, kalau blusukan 2-3
tahun tapi masalah mendasar Jakarta belum bergeser, itu bisa juga menjadi
bumerang.
Jadi sesungguhnya, saya
dikatakan terlalu keras, tajam, mungkin karena tidak ada yang lain yang kritik.
Saya ingat betul, saat saya menyampaikan ide suksesi Pak Harto, saya sendirian
betul, sampai teman-teman diskusi saya tidak datang ke rumah saya karena takut,
tapi lama-lama kemudian terbuka juga.
Kalau saya begini, saya
menasehati sama-sama wong solo, popularitas Jokowi ini tidak mesti 20 tahun
muncul, dia mendapatkan berkah seperti itu, Cuma sekarang ini dia diberi amanat
lima tahun di DKI Jakarta sebaiknya bekerja sebaik-baiknya, dia masih muda,
kalau dia sukses bisa melenggang sambil mengasah jam terbang, kalau dia bisa
merefleksikan lagi sebagai calon pemimpin Indonesia, selesaikan amanat yang
sudah disumpah mudah-mudahan akan jadi bagus.
Juga jangan pernah mau
didikte pemilik modal. Pemilik modal itu 24 jam itu uang, uang dan uang tidak
pernah berpikir si suto, noyo, duta dan waru. Jadi saya ada mix feeling, di
samping kritik saya dianggap terlalu keras sampai ke intinya, tapi di balik itu
ada harapan, kalau dia bisa menampung pikiran saya ini, maka dari sudut fatsoen
politik, sumpah itu dipenuhi. Ketika dia disumpah ada mushaf al-Quran.
Ketika sudah selesai (5
tahun) tidak kemmudian menyulap Jakarta menjadi singapura, tidak mungkin juga,
tapi Jakarta mulai rapih, mulai tertata, mulai kurang kemacetan, mulai
memperoleh air bersih, sudah nampak, kemudian silakan (maju capres).
Apa makna kritik anda
terkait nasionalisme Jokowi?
Sebagai kader PDI
Perjuangan, dia tidak harus sama dengan Bu Mega, karena dulu yang salah
tokoh-tokoh yang mengitari Ibu Mega. Dulu dua tanker Pertamina dijual, sekarang
kita sewa, Indosat yang merupakan karya bangsa, tapi kemudian dijual dengan
harga Rp8 triliun padahal labanya per tahun Rp3 triliun. Ini kan asset negara.
Jadi bagaimana
konglomerat hitam yang ribuan triliun, diputihkan melalui release and
discharge, gas tangguh di Papua diijon ke China untuk sekian puluh tahun dengan
harga yang tidak berubah, flat. Gas dan maupun minyak maupun batubara itu mesti
naik.
Seperti ini yang saya
pikir dan Jokowi tidak usah seperti yang lain. Saya sesungguhnya ketika dia
berani menolak rencana untuk sebuah tempat di Solo yang strategis untuk
dijadikan mall, itu menunjukkan keberpihakan rakyat kecil. Itu Jokowi asli.
Jokowi yang asli perlu dikembangkan. Jangan sampai pernah berutang kepada orang
yang melambungkan karena ada udang di balik tepung.
Sisi lain Anda kritik
Jokowi, sisi lain anda membangun komunikasi partai Islam?
Saya kan dari kalangan
santri, ada semacam bias subyektif bahwa kalangan santri jangan sampai tidak
ikut menentukan masa depan negeri ini. Padahal partai santri kalau dikumpulkan
lebih tinggi dari Partai Demokrat, Partai Golkar bahkan PDI Perjuangan. Memang
di kisaran 5-8 persen, tapi kalau dikumpulkan jadi kuat.
Kita tidak mungkin usul
perbaiki negeri ini kalau kita bercerai berai. Kalau kita bersatu, kita punya
bargaining position kepada kekuatan yang lain, dari masa depan kita bicarakan
bersama Di forum UII yang digelar dua minggu sekali, selain yang datang tidak
selalu sama orangnya, tapi yang jelas yang kita bicarakan belum pernah menyebut
siapa yang layak jadi capres. Tapi temanya berganti-ganti seperti masalah
energi, moneter, ekonomi, masa depan perbankan dan pertambangan, perpajakan,
rule of law, pembelaan terhadap kaum duafa. Belum sekalipun kita bicara Capres.
Mau saya itu, kita sudah
tahu, dari masukan-masukan itu kelihatan jadi agenda nasional kita itu ada
skala prioritas. Pertama melindungi sumber daya alam kita dari terkaman asing,
membangun clean and good governance, penanganan hukum tidak boleh tebang pilih,
dan mengejar ketertinggalan Iptek kita dengan bangsa lain. Kalau agenda sama,
itu lebih enak, baru bicara bagiamana masa depan karena tidak mungkin, umat
Islam sendirian memikul masalah nasional sendiri. Begitu juga tidak mungkin
kaum nasionalis senidirian.
Anda masih percaya politik aliran?
Masih. Sekalipun politik
aliran disebut kuno. Tapi faktanya suara santri 35%. Apa kita memegang pahat
atau kuas untuk melukis, jadi jangan jadi penonton. Ini forum terbuka, saya
sampaikan di pertemuan saudara kita dari intel, polisi silakan datang. Jadi
suasana santai, tidak pernah tegang. Walaupun yang kita bahas berat.
Saya sudah 70 tahun, saya
yakin tidak ada lagi kepentingan, kecuali saya sebelum menutup mata selamanya
ada perbaikan, kalau dari segi kehidupan pribadi, apa yang kurang buat saya?
kalau kata orang Jawa legan golek momongan, sudah tidak ada masalah, masih cari
masalah. Tapi tugas intelektual itu tidak di menara gading atau di kehidupan
sendiri, tugas intelektual di tengah-tengah massa yang banyak kalau bisa
memberikan kontribusi.
Ada respons dari warga Muhammadiyah?
Warga Muhamamdiyah itu
punya ciri khas, politiknya terlalu netral, tidak tajam. Dibandingkan dengan
teman NU, orang Muhammadiyah malah tidak tajam, karena doktrin amal sholeh
terlalu banyak, kadang-kadang doktrin pemikiran tidak dibenahi, Muhammadiyah
termakan rutinisme. Jadi Islam dan amal soleh menyatu, dimana pun warga
Muhammadiyah ada, buatlah masjid, Rumah Sakit, TK sampai Universitas. Saya
jarang ditanya pertanyaan politik.
Apa prinsip hidup Anda?
Sesungguhnya saya punya
prinsip kehidupan begini, kalau para nabi menjadi suri tauladan kaum beriman
itu sikapnya memang sangat jelas, mereka menyampaikan sesuatu untuk kebaikan
bersama, setelah itu mereka tawakkal.
Jadi apakah umat
mendengar atau tidak, yang jelas sudah disampaikan, jadi anak saya yang paling
kecil, mengritik, “bapak sudah sepuh kok masih bicara urus politik, sudahlah
pak rakyat maunya seperti itu sudah titik. Pak enjoy life pak. Bersama kita
pak”. Tetapi kalau ajaran agama kita, kalau ada yang tidak benar, sampaikan
dengan lisanmu, paling tidak, kalau tidak ada kekuatan ya dengan tulisan.
Itulah filosofi hidup saya. Kalau saya dipuji tidak besar kepala, kalau dicaci lantas
juga tidak dlosor.
Dulu waktu menyuarakan
suksesi Pak Harto, banyak telpon apakah sudah bosan hidup? kami tahu agenda
anak-anak sekolah anak-anak Anda. Ini sesuatu yang biasa. Justru yang tidak
biasa, di alam demokrasi tokohnya dikritik malah kebakaran jenggot, malah
kasihan tokoh itu. Itu namanya kekanak-kanakan, puber saja belum, masih
kekanakan.
Tanggapan Raden Nuh
(Pencetus Akun Twitter AntiKorupsi @Triomacan2000)
Dihubungi via telepon
Rabu, 29 Januari 2014, Raden Nuh yang sedang berada di Bukit Tinggi, Sumatera
Barat, memberikan jawaban atas pertanyaan kami sebagai berikut :
Tanya :
“Apa pendapat Anda dengan
semakin terbongkarnya agenda tersembunyi pihak asing yang gencar promosikan
Jokowi sebagai capres ?”
Raden Nuh :
“Bagus ! Rakyat harus
diberitahu sebenar – benarnya dan selengkap – lengkapnya mengenai siapa Jokowi
sesungguhnya, apa agenda pribadi dan agenda asing, dan terpenting apa maksud
dan tujuan sebagian pengusaha besar Tionghoa yang semua bersatu padu mendukung
pencapresan Jokowi dengan segala cara, daya, bantuan jaringan media media dan
bantuan dana. Rakyat harus disadarkan betapa bahaya bagi bangsa dan negara jika
Indonesia dipimpin oleh seorang presiden boneka. Presiden yang tunduk dan patuh
pada perintah dan keingan tuannya, para pengusaha besar tionghoa, yang selama
ini dikenal sebagai perusak dan pencuri kekayaan negara. Maksud saya para
pengusaha tionghoa pendukung Jokowi itu lho, bukan semua pengusaha Tionghoa.
Masih banyak pengusaha Tionghoa yang merah putih, nasionalis, berjiwa raga
Indonesia.”
Tanya :
“Apakah Anda masih
memantau twit dari akun @Triomacan2000 sejak Anda tinggalkan lebih setahun
lalu? Bagaimana Anda menilai kualitas dan tema – tema besar yang diangkat akun
itu?”
Raden Nuh :
“Praktis sejak saya tidak
aktif lagi kelola akun @Triomacan2000, saya jarang memperhatikan twit – twit
mereka. Saya hanya lihat jika ada teman yang infokan sesuatu yang menarik atau
bikin gempar publik. Sering juga memantau kalau ketika baca koran atau nonton
TV. Terakhir saya menonton acara Metro Realitas yang berjudul Kicauan Akun
Hantu Triomacan2000, geli rasanya. Kok media sebesar dan sekaliber Metro TV mau
menyiarkan tayangan acara yang sangat kentara pesanan dan sangat dangkal
investigasinya.
Tanya :
“Bagaimana tanggapan Anda
mengenai banyaknya media yang memuat berita pencitraan Jokowi ?”
Raden Nuh :
“Pertama, sudah pasti
saya sangat prihatin. Kenapa media massa kita terlalu mudah dan murah menjual
idealisme, membohongi rakyat, membodohi pembaca atau penontonnya. Media memang
membutuhkan income untuk menutupi biaya operasional dan mencari keuntungan,
tetapi apa yang kita saksikan sekarang sungguh luar biasa memalukan. Seakan –
akan tidak ada tokoh lain yang lebih layak dan pantas diberitakan selain Jokowi.
Kedua, Media nasional kita sudah menyimpang dari cita – cita awal atau maksud
dari pendiriannya, menyampaikan kebenaran dan mencerdaskan bangsa. Saya tidak
mempermasalahkan media – media milik konglomerat Tionghoa yang secara masif dan
kontiniu mengiklankan Jokowi. Mereka memang mau menjadikan Jokowi sebagai
presiden boneka, mereka mau melemahkan Indonesia melalui Jokowi. Ketiga, Kita
tahu deh, siapa Jokowi itu sebenarnya. Ratusan walikota dan belasan Gubernur di
Indonesia punya kemampuan dan integritas jauh di atas Jokowi. Faktanya Jokowi
hanya kelihatan bagus karena setiap hari selama dua tahun ini, media bayaran
dan milik pengusaha Tionghoa mempromosikan dia besar – besaran. Ini sangat
berbahaya.
Tanya :
“Kenapa sangat sedikit
tokoh yang berani berkomentar negatif tentang Jokowi?”
Raden Nuh :
“Fenomena ini memang
menyedihkan, sangat menyedihkan. Sebagaian besar para tokoh bangsa kita takut
berpendapat melawan arus utama opini. Takut tidak populer atau dikecam oleh
pendukung -pendukung Jokowi yang terorganisir dan memang dibayar serta
ditugaskan untuk menjaga citra Jokowi. Mereka melihat betapa kasihannya tokoh
tertentu yang berani mengkritik Jokowi melalui media. Kontan mereka dicerca,
dihina, dibully, malah ada yang dicaci maki oleh pendukung jokowi yang
sebenarnya adalah bagian dari timses Jokowi. Namun, sayangnya, ketakutan para
tokoh ini tidak boleh diikuti oleh para akademisi yang memiliki dasar akademis
atau kajian ilmiah jika mereka mau mengungkapkan konspirasi besar dibalik
pencitraan palsu Jokowi atau jika mereka mau menilai Jokowi dengan dasar
penelitian dan studi yang kuat. Akademisi kan tidak boleh bohong, mereka harus
mengatakan apa adanya. Jika Jokowi memang gagal, tak layak jadi gubernur, ya
mereka harus berani mengatakannya kepada rakyat Jakarta. Kenapa harus sungkan
?”
Tanya :
“Pertanyaan terakhir,
menurut Anda apakah Jokowi akan jadi capres pada pilpres 2014 nanti ?
Raden Nuh :
“Saya berkeyakinan Ibu
Megawati selaku Ketua Umum PDIP pasti tidak akan bersedia mengajukan Jokowi
sebagai capres. Terlalu besar risikonya jika negara ini dipimpin oleh orang
suruhan atau kacung pengusaha Tionghoa. Mau jadi apa negara ini jika
presidennya lemah, tidak berintegritas dan moralnya hancur seperti Jokowi ?
Indonesia ini negara besar, mengurus Solo saja Jokowi itu sebenarnya gagal kok.
Memimpin Jakarta, sudah terbukti Jokowi tidak mampu. APBD tidak terserap hampir
50%, program – program mandek, KKN makin parah, janji kampanye Jokowi hampir
90% tidak bisa dia penuhi.
Intergritas Jokowi juga
parah, dia berani membohongi Pak JK, Pak Prabowo atau Ibu Megawati dengan tidak
mengaku jujur siapa saja konglomerat hitam yang menjadi cukong dan tuannya.
Masak orang seperti ini mau dijadikan calon presiden ? Bunuh dirinya namanya !
Konglomerat Tionghoa
mungkin saja sudah menyadari bahwa PDIP mustahil mencalonkan Jokowi, sekarang
mereka sedang mencari cara bagaimana menekan atau bahkan mungkin menggulingkan
Bu Mega dari jabatan Ketua Umum PDIP.
Alternatif lain, pemodal
– pemodal Jokowi harus membeli dukungan partai lain. Barangkali ada partai yang
nanti bisa raih suara cukup dan kebetulan butuh uang sehingga mau menyerahkan
mandat rakyat yang diperolehnya melalui pemilu kepada para pemodal Jokowi
dengan imbalan uang. Mau jadi apa negara kita dipimpin orang seperti Jokowi ?
Sumber : radennuh.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar